4 Gangguan Keamanan yang Mengancam Bisnis di Indonesia

JAKARTA, VIVA – Laporan bertajuk Where’s The Fraud: Protecting Indonesian Businesss from AI-generated Digital Fraud (Di Mana Penipuannya: Melindungi Bisnis Indonesia dari Penipuan Digital yang Dihasilkan AI), yang dirilis oleh penyedia solusi pencegahan penipuan identitas digital, Vida, mengklaim bahwa di Indonesia 100 persen pemimpin bisnis khawatir terhadap meningkatnya ancaman penggunaan sintetis. penipuan berbasis intelijen) seperti faks dalam.

Meski mengkhawatirkan, namun 46 persen di antaranya belum memahami cara kerja teknologi ini. Laporan tersebut juga menyoroti empat jenis penipuan digital yang paling banyak menyerang bisnis di Indonesia, yaitu penipuan berbasis teknologi AI (deepfake), rekayasa sosial, pengambilalihan akun, dan pemalsuan dokumen dan tanda tangan.

Niki Santo Luhur, pendiri dan CEO grup Vida, mengungkapkan beberapa potensi jebakan pebisnis di Indonesia yang dapat muncul dari empat ancaman keamanan yang ada berupa penipuan digital:

1. Penipuan Identitas Digital (Penipuan Identitas)

Didorong oleh penipuan digital yang semakin canggih serta penggunaan teknologi AI dan deepfake, 56 persen pelaku bisnis di Indonesia pernah mengalami penipuan digital.

Bentuk penipuan identitas yang canggih ini menimbulkan risiko serius, karena merusak kepercayaan dan meningkatkan potensi hilangnya data bisnis, masalah hubungan dengan pemangku kepentingan, dan kerusakan reputasi.

“Seiring dengan semakin canggihnya penipu, kami menyarankan agar dunia usaha mengambil tindakan pencegahan untuk mengendalikan ancaman digital,” kata Nicky.

2. Rekayasa Sosial (Social Engineering)

Masyarakat di Indonesia kerap menjadi korban berbagai jenis penipuan rekayasa sosial. Serangan phishing telah menjadi ancaman umum dan mempengaruhi 67 persen bisnis di Indonesia. Risiko serupa yang terjadi melalui SMS juga berdampak pada 51 persen bisnis.

Sementara itu, penipuan suara phishing menargetkan 47 persen bisnis. Data ini menunjukkan kebutuhan mendesak akan sistem keamanan siber yang aman dan kesadaran masyarakat untuk mengendalikan ancaman di sekitar kita.

3. Pengambilalihan Akun

Pengambilalihan akun terjadi ketika penjahat mengeksploitasi kata sandi yang lemah dan kurangnya otentikasi multi-faktor melalui serangan credential stuffing dan phishing. Hal ini muncul sebagai masalah paling umum, dengan 97 persen bisnis melaporkan adanya upaya peretasan akun.

Industri seperti keuangan, fintech, dan e-commerce sangat rentan terhadap serangan karena banyaknya informasi berharga yang mereka miliki, misalnya informasi mengenai informasi berharga.

4. Pemalsuan Dokumen dan Tanda Tangan (Forgery of Documents and Signature)

Jenis penipuan ini tidak hanya merusak keakuratan dokumentasi pelanggaran data, namun juga dapat merusak reputasi perusahaan, merusak kepercayaan pelanggan, dan menyebabkan kerugian finansial yang besar. “Sekitar 96 persen pengusaha pernah mengalami kasus pemalsuan dokumen dan tanda tangan,” kata Nikki.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *