5 Negara Maju Ini Pernah Alami Krisis Moneter Terburuk dalam Sejarah

Jakarta – Krisis mata uang terparah tidak hanya menimpa negara-negara berkembang, namun juga negara-negara maju. Penyebab krisis mata uang atau krisis keuangan di negara maju ada beberapa, mulai dari faktor internal hingga faktor eksternal.

Dilansir dari berbagai sumber, tampak ada negara maju yang mengalami krisis mata uang terparah. Dampaknya relatif terhadap masing-masing negara, ada yang mengalami jatuhnya mata uang, pengangguran, bahkan non-pembayaran. Berikut daftar negara maju yang pernah mengalami krisis moneter atau keuangan: 1. Rusia

Krisis keuangan Rusia, juga disebut krisis rubel, dimulai pada pertengahan Agustus 1998. Krisis ini menyebabkan devaluasi rubel oleh pemerintah Rusia dan bank sentral Rusia dan gagal bayar utang.

Krisis ini berdampak parah pada perekonomian banyak negara tetangganya, seperti Lituania, Latvia, Estonia, Belarus, Kazakhstan, Moldova, Ukraina, dan Uzbekistan. Salah satu alasannya adalah pinjaman luar negeri digunakan untuk membiayai investasi dalam negeri. Ketika dia tidak mampu membayar kembali pinjamannya, rubel terpaksa mengalami devaluasi. 2. Amerika Serikat

Pada tahun 2007 hingga 2008, negara adidaya ini dilanda krisis moneter atau keuangan yang disebut juga dengan krisis subprime. Krisis ini merupakan yang terburuk sejak Depresi Besar tahun 1929-1939.

Dampak krisis ini, tidak hanya di Amerika, menyebabkan kekacauan di pasar keuangan seluruh dunia. Karena krisis tersebut, Lehman Brothers, salah satu raksasa keuangan dunia, terpuruk. Lehman menderita kerugian hingga $60 miliar karena paparan pasar subprime.

Pasar keuangan dunia juga dilanda kepanikan, indeks Dow Jones ditutup pada level 504,48 poin. Pasar saham AS jatuh, dengan nilai pasca krisis mencapai $8 triliun pada tahun 2007-2009. Selain itu, krisis mata uang ini menyebabkan pengangguran terus meningkat hingga 10% pada bulan Oktober 2009. 3. Yunani

Krisis keuangan yang terjadi di Yunani pada tahun 2010 merupakan dampak dari krisis di Amerika yang disambut baik oleh keadaan keuangan negara tersebut. Salah satunya adalah akumulasi defisit anggaran sebesar 6% selama 30 tahun.

Ditambah lagi negara tersebut mengadopsi kebijakan moneter dengan negara-negara Eropa lainnya. Karena krisis ini, Yunani tidak membayar utangnya. Pada tahun 2012, Yunani dinyatakan bangkrut setelah gagal membayar utang sebesar $138 miliar. Untungnya, Yunani kemudian menerima dana talangan sebesar $160 miliar dari IMF dan Eropa. Swedia

Krisis keuangan di Swedia terjadi antara tahun 1990 dan 1994. Untuk menenangkan kekhawatiran, pemerintah Swedia mengumumkan bahwa negara akan menjamin seluruh simpanan bank dan kreditur dari 114 bank.

Pemerintah Swedia berasumsi bahwa kredit macet bank harus dicatat sebagai kerugian dan menerbitkan properti (saham biasa) kepada pemerintah. Para pemegang saham bank-bank besar lainnya terdilusi oleh rekapitalisasi swasta (yaitu, mereka menjual modal kepada investor baru).

Dua bank besar di Swedia yaitu Nordbanken dan Gotabanken mendapat dukungan finansial dan dinasionalisasi dengan biaya 64 miliar kroner. Piutang tak tertagih perusahaan dialihkan ke perusahaan manajemen aset Securum dan Retriva yang menjual aset, terutama real estat, yang dipegang oleh bank sebagai jaminan atas utang tersebut.5. Orang Spanyol

Krisis keuangan Spanyol terjadi antara tahun 2008 dan 2014. Krisis Negara Matador juga dikenal sebagai Resesi Besar Spanyol atau Depresi Besar Spanyol. Krisis ini dimulai pada tahun 2008, pada saat krisis keuangan global tahun 2007-20008.

Pada tahun 2012, Spanyol terlambat mengalami krisis utang Eropa, ketika Spanyol gagal menyelamatkan sektor keuangannya dan harus menyerahkan dana talangan sebesar €100 miliar kepada Mekanisme Stabilitas Eropa (ESM).

Penyebab utama krisis di Spanyol adalah gelembung perumahan dan tingkat pertumbuhan PDB yang tinggi dan tidak berkelanjutan. Meningkatnya pendapatan pajak dari sektor konstruksi dan peningkatan investasi real estate membuat pendapatan pemerintah Spanyol tetap surplus meskipun terdapat pertumbuhan belanja yang kuat hingga tahun 2007.

Bank-bank Spanyol melanggar standar Dewan Standar Akuntansi Internasional. Bank-bank Spanyol mampu menyembunyikan kerugian dan ketidakstabilan pendapatan, menyesatkan regulator, analis dan investor sehingga membiayai gelembung real estat Spanyol.

Krisis ini berdampak buruk bagi Spanyol, termasuk resesi ekonomi yang parah, peningkatan pengangguran yang parah, dan kebangkrutan perusahaan-perusahaan besar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *