Jakarta, Titik Kumpul – Salah satu dilema terbesar dalam hubungan jangka panjang adalah cinta jangka panjang. Banyak pasangan memulai hubungan dengan cinta yang kuat dan keyakinan bahwa perasaan itu akan bertahan selamanya.
Namun kenyataan seringkali berkata sebaliknya. Meski sudah menjalin hubungan bertahun-tahun, ada kalanya perasaan mulai berubah, dan cinta yang tadinya hangat terasa semakin dingin.
Penelitian psikologi menunjukkan ada beberapa alasan mengapa cinta yang kuat bisa berubah suatu saat, meski hubungan sudah terjalin lama.
Jadi mengapa cinta memudar bahkan setelah hubungan yang lama? Berikut 7 alasan menurut psikologi.1. Gagal Berbagi Aktivitas
Dilansir dari psikologi hari ini, psikolog sekaligus Direktur Penelitian dan Pendidikan di Glendon Society, Lisa Firestone, mengatakan salah satu penyebabnya adalah kegagalan berbagi aktivitas.
Di awal suatu hubungan, kita sering kali menjadi orang yang paling terbuka, bersemangat mencoba hal baru dan berbagi petualangan baru. Saat kita terjebak dalam suatu rutinitas, kita sering kali menolak pengalaman baru.
Jadi kita menjadi lebih sinis, skeptis, dan kurang bersedia melakukan sesuatu dengan pasangan kita.
Namun, penting bagi kita untuk mempertimbangkan minat dan keinginan pasangan dan melakukan aktivitas yang benar-benar kita sukai.
Oleh karena itu, sangat penting untuk meluangkan waktu untuk menjaga hubungan dan terus-menerus melakukan hal-hal yang dianggap cinta oleh pasangan Anda akan membantu menjaga percikan cinta tetap menyala.
Psikolog Lisa Firestone masih mengatakan bahwa ketika kita bersama seseorang dalam waktu lama, kita cenderung memperhatikan sifat-sifat negatif pasangan kita.
Bahkan ketika kita sudah merasa dekat meski dalam jangka waktu yang lama, seringkali kita cepat menjadi kritis ketika pasangan kita melakukan sesuatu yang membuat kita kesal.
Coba perhatikan apakah Anda memendam kemarahan atau kebencian. Apakah Anda menunjukkannya dengan cara yang halus?
Menghadapi masalah dengan sikap dewasa dan terbuka akan menyelamatkan Anda dari perasaan iba dan cinta.
Komunikasi yang jujur membantu Anda mengenal pasangan Anda, daripada melihatnya dari sudut pandang negatif atau kritis. Ketika kita cenderung menelan perasaan kita dan mengonfrontasi pasangan kita alih-alih mengatakan apa yang kita rasakan.3. Mengecewakan Anda Secara Fisik dan Mental
Psikolog Lisa Firestone mengatakan bahwa ketika kita mencapai tingkat kenyamanan dalam suatu hubungan, kita tidak akan terlalu khawatir tentang penampilan dan cara kita menjaga diri.
Karena kita merasa nyaman dengan hubungan kita, kita cenderung bertindak tanpa khawatir atau memikirkan bagaimana kita bisa menyakiti pasangan kita dan diri kita sendiri.
Jadi kebiasaan-kebiasaan tersebut akan berdampak pada pasangan kita dan juga berdampak buruk pada diri kita sendiri, karena dapat melemahkan rasa percaya diri kita sendiri.4. Kurangnya Komunikasi Emosional
Psikolog John Gottman mengatakan, Ketika pasangan tidak berbagi perasaan, harapan, dan masalah mereka secara mendalam satu sama lain, mereka bisa mulai merasa terisolasi secara emosional.
Ketika pasangan tidak lagi merasa didengarkan atau dipahami, ikatan emosional bisa melemah, yang bisa berujung pada hilangnya cinta.5. Itu dibiarkan dalam Rutinitas Persatuan
Ahli ekologi Esther Perel, dalam bukunya Mating in Captivity, menjelaskan bahwa ketika suatu hubungan terlalu terjebak dalam rutinitas, unsur kejutan dan spontanitas yang memperkuat ikatan bisa hilang.
Pasangan yang tidak mencoba hal baru atau mengalami petualangan bersama mungkin akan merasa bosan.
Pasangan harus menemukan cara untuk menjaga percikan cinta tetap hidup melalui pengalaman baru atau eksplorasi bersama. Pengaruh Stres dan Tekanan Eksternal
Studi yang dilakukan American Psychological Association (APA) menunjukkan bahwa pengaruh stres dan tekanan eksternal dapat menurunkan interaksi pasangan dan meningkatkan konflik.
Tekanan eksternal seperti masalah pekerjaan, keuangan, atau keluarga dapat berdampak besar pada hubungan cinta. Ketika pasangan terlalu fokus pada penyebab stres eksternal, mereka mungkin tidak lagi mengalokasikan waktu atau energi untuk memperkuat hubungan mereka7. Pengaruh Hedonis
Psikolog dari University of California, Sonja Lyubomirsky, mengatakan orang cenderung beradaptasi dengan kebahagiaan, termasuk dalam hubungan romantis.
Di awal menjalin hubungan, pasangan seringkali merasakan euforia dan kebahagiaan yang luar biasa, akibat pelepasan hormon seperti dopamin dan oksitosin.
Namun, seiring berjalannya waktu, intensitas emosi tersebut dapat menurun seiring otak kita beradaptasi dengan kondisi yang konsisten. Orang cenderung kembali ke tingkat kebahagiaan dasar setelah mengalami puncak emosi, dengan hubungan cintanya.