75 Perempuan Ikuti Women Jungle Survival Course EIGER 2024 di Gunung Cakrabuana

Tasikmalaya, Titik Kumpul – Awan yang menyelimuti langit Tasikmalaya tak menyurutkan langkah 75 perempuan yang berasal dari berbagai latar belakang, usia, dan suku ini. Langkah mereka mantap, berjalan beriringan di bawah rindangnya pepohonan. Jalur yang mereka tempuh adalah pintu masuk kawasan Gunung Chakrabuana, Desa Cibunar, Desa Sukapada, Kecamatan Peyrageung, Kabupaten Tasikmalaya. 

Pada hari itu, Jumat, 6 Desember 2024, sebanyak 75 orang perempuan mulai berdatangan dan berkumpul. Selama enam hari ke depan, Gunung Kakrabuana akan menjadi rumah dan tempat latihan Anda untuk Jungle SurTitik Kumpull Course (WJSC) 2024, sebuah acara yang diselenggarakan oleh EIGER Tropical Adventure, yang didedikasikan khusus untuk melatih dan menyempurnakan seni bertahan hidup. gurun pasir, khususnya bagi wanita. 

Acara dibuka dengan upacara pembukaan penusukan kapak yang dipimpin oleh Galih Donikara selaku Team Manager Eiger Adventure Service (ESTOK). Galih mengatakan Gunung Chakrabuana dipilih sebagai tempat pelatihan karena kekayaan keanekaragaman hayati dan kondisi ekologi hutan yang ideal untuk mempraktikkan seni bertahan hidup di gurun. 

“Kawasan pegunungan Kakrabuana merupakan kampus outdoor yang sempurna, asalkan kita tetap menjaga keseimbangan dan tidak melebihi daya dukung alamnya.” “Kakrabuana adalah salah satu tempat terbaik untuk melatih keterampilan bertahan hidup di alam liar,” kata Galich.

Mengapa EIGER mengadakan kegiatan seperti ini? 

Dini Hanifa, Direktur WJSC 2024, mengatakan EIGER sebagai brand perlengkapan outdoor asal Indonesia berkomitmen memberikan ruang bagi perempuan Indonesia untuk berkembang dalam aktivitas outdoor yang selama ini didominasi oleh laki-laki. 

“Kegiatan ini tidak hanya melatih keterampilan bertahan hidup di luar ruangan, tetapi juga meningkatkan pengendalian diri dan kesehatan mental yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari.” “Khusus bagi Gen Z yang melakukan aktivitas di luar ruangan sebagai bagian dari terapi mentalnya, menurut mereka ini adalah obat untuk permasalahan hidup,” kata Dini. 

Selama enam hari di kawasan pegunungan Chakrabuana, peserta akan mempelajari keterampilan penting berupa teknik dasar bertahan hidup di alam seperti; navigasi darat, tali-temali, penggunaan parang dan pisau, tempat berlindung, menyalakan api dan perapian, memasak dengan bahan-bahan yang tersedia di alam, mencari sumber air, mengidentifikasi tumbuhan dan hewan yang dapat dimakan, dan pertolongan pertama darurat pada situasi kritis.

Menurut Dini, pelatihan ini dipimpin langsung oleh para pegiat alam luar senior dan ahli di bidangnya, antara lain Drs. Ratih membahas tentang kesehatan perjalanan, Ami Kadarharutami, M.Psi tentang kesehatan mental pribadi, Ivan Kwecheng tentang desain peralatan, Francesca Dimitri tentang perencanaan perjalanan, Siska Nirmala tentang desain material, Dedi Ciko tentang teknik bertahan hidup, Heri UU tentang navigasi darat dan botani praktis, Harry Jarrow tentang tekel dan zoologi praktis, Tommy H.M. tentang penggunaan pisau dan parang, Alan tentang aspek teknis pencarian sumber air, rekan pendaki senior Kang Bongkeng akan bercerita tentang pengalaman bertahan hidup di pedesaan.

Selain pemaparan materi, para peserta juga akan langsung berada di tengah hutan Kakrabuana untuk melakukan simulasi kondisi darurat, seperti tersesat atau terjebak dengan perbekalan yang habis atau bahkan habis. 

“Praktik membuat api, mengenali keanekaragaman hayati dari tumbuhan dan hewan, memasak dan membuat shelter dilakukan di berbagai tempat di hutan Chakrabuana untuk mendekati simulasi kondisi kritis yang realistis. Direncanakan dinamika latihan ini akan mampu untuk melatih peserta menghadapi tantangan alam dengan cepat dan efektif,” kata Dini. 

Menurut Dini, dalam enam hari mengasah mental dan kemampuan bertahan hidup di Gunung Chakrabuana, peserta diharapkan mampu menerapkan bahkan mentransfer keterampilan yang telah diperolehnya ke lingkungannya. “Kami berharap WJSC yang dirintis EIGER di Gunung Cakrabuana ini dapat memberikan bekal bagi 75 peserta perempuan yang berasal dari berbagai etnis dan latar belakang. Mampu menumbuhkan semangat yang kuat, siap menghadapi berbagai tantangan, hingga memperkuat kontrol terhadap diri sendiri. diri mereka sendiri dan mentalitas mereka dalam kehidupan sehari-hari,” pungkas Dini. 

Sementara itu, Lindry salah satu peserta WJSC asal Malang mengaku sangat tertarik dengan kegiatan WJSC ini karena ingin mengetahui lebih jauh ilmu dan praktik hidup di gurun pasir. “Saya ingin belajar lebih banyak, karena saya merasa pengetahuan saya sangat terbatas.” Selain itu, ilmu surTitik Kumpull di alam liar juga tidak bisa dipelajari hanya dengan menonton video atau memahami teori saja, harus ada praktik langsung dengan simulasi yang dilakukan di WJSC. “, tutupnya. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *