Jakarta, Titik Kumpul – Harga tiket pesawat di Indonesia terus menarik minat masyarakat yang terbebani dengan kenaikan biaya perjalanan udara. Sebagai negara kepulauan, penerbangan mempunyai peranan penting dalam mendukung mobilitas antarwilayah. Konektivitas udara yang baik diyakini akan memperkuat perekonomian negara, pendidikan, dan sektor lainnya.
Pesawat terbang menjadi cara paling nyaman bagi masyarakat Indonesia karena cepat dan efisien dalam berpindah antar wilayah. Namun kenaikan harga tiket pesawat menjadi salah satu alasan utama yang dikeluhkan masyarakat. Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Habibie Policy and Governance Institute (HIPPG), Widya Leksmanawati Habibie mengatakan, banyak masyarakat yang mengeluhkan harga tiket pesawat yang terlalu mahal. Silakan, oke?
“HIPPG juga mengadakan Focus Group Discussion (FGD) untuk memahami permasalahan harga tiket transportasi Indonesia.
Dalam FGD tersebut, hadir banyak pemimpin penting industri penerbangan seperti Executive President Lions Club, Kapten Daniel Putut Kuncoro Adi, Kepala Urusan dan Kebijakan Indonesia AirAsia Indonesia Eddy Krismeidi Soemawilaga, VP Bisnis Bahan Bakar Penerbangan Pertamina Patra Niaga Yosep Iswadi, dan pakar transportasi serta pemangku kepentingan lainnya.
Salah satu poin utama yang diangkat dalam komentar tersebut adalah pembahasan kata “harga”. Sekretaris Jenderal INACA, Budi Sutanto menjelaskan, kata “biaya” harus dipahami dalam konteks tertentu. Harga tiket dianggap berlebihan jika harganya melebihi batas yang ditetapkan pemerintah.
Dari hasil wawancara disimpulkan bahwa harga tiket pesawat dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari harga bahan bakar penerbangan hingga kebijakan pemerintah yang berkontribusi terhadap tingginya biaya ekonomi di industri. Berikut beberapa alasan mengapa harga tiket pesawat di Indonesia begitu mahal:
1. Pajak
Pajak (Pajak Pertambahan Nilai) atas biaya bahan bakar penerbangan dan Pajak atas penjualan tiket pesawat akan menambah beban konsumen.
2. Biaya Layanan Penumpang (PSC)
Tarif penumpang yang dipungut oleh operator bandara (PSC) adalah contohnya. Tarif PSC di bandara-bandara Indonesia sangat tinggi dibandingkan negara ASEAN lainnya.
3. Bea masuk atas komponen dirgantara
Tingginya biaya impor komponen dirgantara akan berkontribusi pada peningkatan biaya operasional pesawat yang dibebankan kepada pelanggan.
4. Hukum Kompleks
Beberapa peraturan diusulkan untuk membuat pengelolaan penerbangan menjadi kurang efisien, antara lain penetapan harga tiket hanya berdasarkan jarak penerbangan dan tidak memperhitungkan waktu penerbangan.
5. Sistem Navigasi
Sistem navigasi maskapai penerbangan mempengaruhi biaya operasional maskapai penerbangan dan mempengaruhi harga tiket.
6. Jumlah pembayaran
Data INACA menunjukkan pemerintah bisa mengambil hingga 30% dari total harga tiket yang dibayarkan penumpang.
7. Kurangnya Rencana Penerbangan Jangka Panjang
Pemerintah dinilai belum memiliki rencana jangka panjang untuk pengembangan industri penerbangan. Perlu adanya kebijakan berbasis bukti (evidence based policy) yang melibatkan instansi pemerintah, industri penerbangan dan pemangku kepentingan lainnya untuk menjadikan penerbangan sebagai strategi nasional.
8. Public speaking kurang efektif
Selain itu, perlu adanya strategi komunikasi publik untuk memastikan informasi mengenai kebijakan harga tiket akurat dan tidak terpengaruh oleh opini yang tidak didukung oleh data.
“Usai FGD ini, HIPPG akan mengajukan usulan kepada pemerintah sebagai pengambil kebijakan untuk meninjau kembali kebijakan terkait harga tiket pesawat di Indonesia untuk meningkatkan transportasi udara dan membayar kepada masyarakat,” ujarnya. Widya Leksmanawati Habibie menutup diskusi.