Layanan OTT Harus Diatur Ketat

Titik Kumpul Tekno – Pendapatan layanan OTT (over-the-top), atau layanan streaming yang menyiarkan konten melalui internet, telah melampaui operator telekomunikasi Indonesia selama 11 tahun.

Hal itu disampaikan Ketua Bidang Konstruksi Telematika Nasional Asosiasi Telematika Indonesia (Mastel), Sigit Puspito Wigati Jarot.

Berdasarkan data yang diberikannya, pendapatan layanan OTT hanya sebesar US$41 miliar, dan operator seluler mencapai US$458 miliar pada tahun 2010.

Oleh karena itu, pendapatan yang diraih OTT akan melonjak 1.720 persen menjadi US$ 753 miliar pada tahun 2021. Sementara itu, operator seluler memperoleh US$ 702 miliar atau meningkat hanya 53.

“Operator telepon masih benar (on the road), tapi grafiknya meningkat mungkin tidak 10 persen setahun. Ya, OTT sekarang yang jadi pemimpin karena masing-masing mengumpulkan pendapatan lebih banyak dari pelanggan. Ini sulit dicapai, ”kata Sigit di Jakarta , Rabu, 27 Desember 2023.

Ia mengingatkan pemerintah Indonesia untuk memperketat aturan mengenai OTT. Jika dibiarkan dalam waktu lama, kesenjangan pendapatan antara OTT dan operator seluler akan semakin lebar, dan industri ini akan terancam.

Sigit pun mengaku mengatakan, seharusnya OTT diminta bekerja sama dengan operator seluler melalui PP 71 Tahun 2019, dengan mengatakan jika tidak bekerja sama maka OTT tidak bisa beroperasi di Indonesia. Namun, tambahnya, hal tersebut bukanlah prioritas utama pemerintah.

Perlu diketahui, saat ini mereka (OTT) berhasil meraup uang lebih banyak dibandingkan keempat operator seluler tersebut. Padahal, OTT bisa beroperasi dengan baik di Indonesia karena kerja keras para operator seluler tersebut, jelasnya.

Bukan itu saja. Sigit mengatakan, ada dampak besar lain yang ditimbulkan dari bisnis buruk ini, yaitu operator telekomunikasi tidak mampu menyediakan infrastruktur karena tidak mampu menanggung beban berat.

“Misalnya operator telekomunikasi tidak bisa bertahan karena bebannya yang berat, maka tidak bisa berinvestasi lagi. Otomatis tidak bisa menyediakan infrastruktur. Nah, yang dirugikan bukan operator teleponnya, tapi kita, masyarakat, dan pemerintah juga ikut rugi. ,” dia berkata.

Namun, Sigit menjelaskan, ada sejumlah strategi yang bisa dilakukan agar OTT bisa mematuhi peraturan di Indonesia. Mulai dari aman hingga ekstrem.

“Paling ekstrim atau ekstrim ya blokir. Tapi opsi ini sulit diterima. Ada juga filter atau pembatasan bandwidth. Jadi, misalnya mereka (OTT) tidak mau bekerja sama, mau bandingkan, saja mengurangi saluran tersebut. Tapi, sekali lagi, itu tidak mudah, kata Sigit.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *