JAKARTA – Salat Tarawih merupakan salat Sunnah yang khusus dilakukan di bulan Ramadhan. Sholat ini dilakukan setelah sholat Isya dan dilakukan secara berjamaah di masjid.
Dalam sebuah riwayat yang terkenal, Aisyah RA meriwayatkan bahwa Nabi SAW biasa melakukan salat Tarawih sebanyak tiga kali dalam bentuk jamak.
Dikisahkan bahwa pada suatu malam di bulan Ramadhan, Rasulullah SAW sedang salat Tarawih di sebuah masjid. Kemudian teman-temannya datang berdiri di belakangnya.
Malam berikutnya, Rasulullah kembali menunaikan salat Tarawih di masjid, dan jumlah pengikutnya bertambah.
Hal ini berlanjut pada malam ketiga. Jumlah sahabat yang membantu Rasulullah semakin bertambah.
Pada malam keempat, masjid dipenuhi jamaah yang hendak salat Tarawih bersama Nabi Muhammad SAW. Namun dia sudah lama tidak keluar rumah.
Hingga malam hari, Rasulullah hanya keluar untuk salat Subuh di depan umum, dan beliau berkhotbah tentang alasan tidak melakukan tarawih di masjid kemarin.
“Pada malam keempat, masyarakat berkumpul, namun Nabi SAW tidak keluar dari rumahnya, maka Nabi bersabda: “Aku melihat apa yang kamu lakukan.” Tidak ada alasan untuk melarang orang keluar rumah, namun saya khawatir [sholat Tarawihi] itu wajib” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An-Nasai, Malik, Ahmad).
Pada akhirnya, salat malam dilakukan sendiri-sendiri di bulan Ramadhan. Keadaan ini berlanjut hingga wafatnya Nabi. Beginilah awal mula kekhalifahan Abubakar dan Umar bin Khaddab.
Pada tahun keempat Hijrah itulah Khalifah Umar mengambil langkah berkumpul bersama seorang Imam di masjid untuk memimpin salat. Amir Mu’minin mengangkat Ubay bin Qab dan Tamim ad Dari sebagai Imam.
Khalifah Umar kemudian berkata: “Inovasi yang paling besar adalah ini (Tarawihi).
Imam Abu Yusuf pernah bertanya kepada Imam Abu Hanifah tentang shalat Tarawih dan apa yang dilakukan Umar RA.
Kemudian Imam Abu Hanifah berkata: “Tarawih Muqqadah itu Sunnah.” Umar tidak pernah menciptakan sesuatu yang baru dengan sendirinya dan dia bukanlah seorang bid’ah.
Umar tidak memerintahkan apapun kecuali atas dasar ajaran Nabi. Mengingat banyaknya anggota keluarga dari suku Muhajirin dan Ansar, tidak ada yang menolak. Faktanya, semua orang setuju.
Pada masa Rasulullah (saw) dilaksanakan delapan rakaat salat Tarawih agar umat tidak terbebani. Namun pada masa Umar, jumlah unitnya bertambah menjadi dua puluh. Karena Umar mengetahui bahwa umat Islam pada masanya dapat melaksanakan banyak shalat tanpa kesulitan.