Titik Kumpul – Asal usul suku Togutil di Halmahera belakangan ini sedang ramai diperbincangkan di media sosial. Suku ini muncul di hadapan para penambang di hutan Halmahera.
Kedatangannya terekam sejumlah pekerja, salah satunya diunggah akun @folkshittmedia X (dulu Twitter). Unggahan tersebut menimbulkan berbagai reaksi dari warganet yang tertarik dan penasaran dengan keberadaan dan kehidupan suku ini.
Keraguan sementara akan kedatangan suku Togutil muncul karena Halmahera memohon kepada para penambang saat bekerja di hutan. Kehidupan Suku Togutil
Suku Togutil merupakan salah satu suku penggembala hutan di Maluku Utara, Halmahera Utara. Mereka dikenal karena gaya hidup sederhana dan menjauhi kehidupan modern. Mereka menghabiskan hari-harinya menikmati hasil hutan seperti berburu sagu, berburu rusa dan kijang, memancing, dan berkebun. Mereka juga mengumpulkan telur semut rusa, karet, dan megapoda untuk dijual kepada warga pesisir.
Suku Togutil tinggal di hutan lebat kawasan Halmahera, khususnya di Taman Nasional Aketazawe-Lolobata. Tersebar di banyak daerah seperti Halmahera Tengah, Halmahera Timur, dan Halmahera Utara. Nama Togutil sendiri berasal dari bahasa lokal yang berarti “penduduk hutan”, mencerminkan keterkaitan mereka dengan alam.
Suku ini memiliki pengetahuan yang mendalam tentang hutan dan keanekaragaman hayati di sekitarnya. Mereka tahu cara memanfaatkan berbagai tumbuhan dan hewan dan cara memanfaatkannya tanpa merusak lingkungan. Kearifan lokal ini ada pada pengobatan tradisional yang menggunakan bahan-bahan alami
Selain gaya hidupnya yang menarik, suku Togutil juga dikenal dengan berbagai mitos dan kepercayaan yang diturunkan secara turun temurun. Mereka percaya pada roh hutan dan melakukan berbagai ritual untuk menjaga keharmonisan dengan alam. Kepercayaan ini menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam hal berburu dan bertani
Meski hidup terisolasi, suku Togutil tidak sepenuhnya terputus dari dunia luar. Terkadang mereka berinteraksi dengan warga pesisir untuk berdagang hasil hutan. Namun, kedatangan mereka di tambang dan interaksi dengan para pekerja jarang terjadi dan menjadi perhatian khusus. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan pangan atau barang lainnya terkadang memaksa mereka untuk pindah lebih dekat ke desa atau proyek pembangunan.