Jakarta – Timnas Indonesia mengalami pengalaman menyakitkan selama kualifikasi Olimpiade. Selangkah lagi untuk bisa masuk ke ajang olahraga bergengsi dunia, tim asuhan Garuda mengalami kekalahan.
Hasil pahit itu dialami tim Indonesia saat mengikuti kualifikasi Olimpiade 1976 di Montreal. Mereka kalah dari tim Korea Utara melalui adu penalti.
Tim Indonesia kalah 4-5 dari tim Korea Utara melalui adu penalti. Saat itu, Anjas Asmara belum mampu menjalankan perannya sebagai penendang kelima di tim asuhan Wiel Coerver.
Hasilnya, Korea Utara berhasil merebut tiket Olimpiade 1976. Mereka menjadi juara Grup 3 yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Papua Nugini.
48 tahun kemudian, adu penalti kembali menjadi momok bagi Indonesia dalam upaya lolos ke Olimpiade Paris 2024. Hal tersebut dialami tim besutan Shin Tae-yong pada laga play-off melawan wakil Afrika Guinea.
Garuda Muda kalah 0-1 melawan Guinea. Satu-satunya gol sang rival tercipta dari tendangan penalti Ilaix Moriba pada menit ke-29.
Malangnya penalti ini adalah keputusan wasit Francois Letexier yang memimpin pertandingan. Pasalnya, berdasarkan gambar yang beredar di media sosial, cederanya pemain Guinea yang dilakukan Witan Sulaeman terjadi di luar kotak penalti.
Publik Indonesia ramai memperbincangkan persoalan ini. Mereka menyayangkan FIFA tidak menggunakan Video Arbitrase (VAR) pada laga tersebut. Andai saja VAR digunakan, ada kemungkinan Indonesia tidak mendapat penalti.
Dua momen inilah yang menjadi penyebab kegagalan Indonesia meraih kesuksesan di Olimpiade Melbourne 1956. Tim Merah Putih baru pertama kali berlaga di ajang empat tahunan tersebut dan mengejutkan karena berhasil menyamakan kedudukan dengan Rusia -0.