JAKARTA – Sabdo Palon, salah satu ramalan Jayabaya tentang tanda-tanda kiamat yang akan muncul di Pulau Jawa mulai menjadi kenyataan. Mulai dari wabah penyakit hingga bencana alam, seperti yang ditulis Sabdo Palon.
Jatuhnya Majapahit ditandai dengan candrasengkala yang terdapat tulisan “sirna ilang kretaning bumi” yang dibaca 0041 yang bertepatan dengan tahun 1400 Saka atau 1478 Masehi.
Prabu Jayabaya yang memerintah Kediri pada tahun 1135 hingga 1159 terkenal dengan kesaktiannya dalam meramal masa depan. Ramalannya yang dikenal dengan istilah Jayabaya sebagian besar terbukti benar dan dianggap signifikan.
Beberapa ramalannya tentang masa depan diyakini benar. Prabu Jayabaya ketika naik takhta bergelar Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Avataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadeva.
Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaannya. Dalam masyarakat tradisional Jawa, Prabu Jayabaya diyakini memiliki keterampilan intuitif atau kawaskitan.
Salah satu ramalan Jayabaya adalah tentang akhir dunia. Berdasarkan catatan sejarah, Jayabaya diyakini memiliki kemampuan melihat masa depan yang disebut futurologi, dimana ia dapat meramalkan kejadian di masa depan melalui pengetahuan internal.
Kemampuan Jayabaya dalam bidang Kawaskitan dan futurologi diyakini dipengaruhi oleh seorang ulama bernama Maulana Ali Samsuyen dari Rum atau Türkiye.
Menurunnya moralitas dan kemanusiaan pada masyarakat dianggap sebagai tanda berakhirnya dunia. Dalam ramalan versi Jayabaya, tanda-tanda akan datangnya hari kiamat tergambar secara detail dan jelas terlihat dalam kehidupan saat ini.
Dalam nubuatan tersebut diartikan bahwa dunia akan memasuki era dimana segala sesuatunya akan berubah dari tatanan sebelumnya. Kejahatan menjadi hal biasa, kebaikan dilupakan, dan keinginan akan kekayaan menjadi prioritas utama.
Selain itu, terdapat pula fenomena LGBT yang menganggap hubungan sesama jenis sebagai hal yang wajar, serta fenomena seksual inkonvensional yang mana laki-laki mengenakan pakaian yang biasa dikenakan perempuan, dan sebaliknya.
Jayabaya pun meramalkan banyak kejadian yang akan terjadi di masa depan, dimana hampir semua ramalannya ternyata benar.
Hal ini mencakup perkembangan teknologi seperti mobil dan kereta api, serta maskapai penerbangan dan pesawat ruang angkasa yang telah menggantikan kapal dan transportasi darat.
Selain itu, ia juga berspekulasi mengenai sungai buatan dan kemajuan e-commerce untuk menggantikan kisruhnya pasar tradisional.
Salah satu prediksinya adalah tentang pasar yang hilang, yang menjelaskan bahwa e-commerce saat ini telah mengubah cara masyarakat berbelanja tanpa harus pergi ke pasar tradisional. Semua itu membuktikan kebenaran ramalan Jayabaya tentang tanda-tanda menuju kiamat. Rumahku disembah, artinya rumah maksiat disembah. Saya sangat menghargai itu. Wong wadon prostitusi ing endi-endi, artinya banyak pelacur dimana-mana. Akeh adalah kutukan yang berarti banyak kutukan. Akeh itu pengkhianat, artinya pengkhianatnya banyak. Anak pemberani terhadap ayahnya, artinya ia juga berani terhadap ayahnya. Sedulur padha mangan sudarah yang artinya saudara tidak akur. Kanca Dadi musuh yang artinya teman menjadi musuh. Profesor yang tidak puas berarti banyak profesor yang dibenci. Tangga dan kecurigaan, yaitu tetangga yang saling curiga. Suku Akeh menyanyikan saudagar masuk neraka, artinya banyak saudagar yang tenggelam. Wong utana akeh sing dadi yang artinya banyak penjudi yang on fire. Akeh, barangmu haram, artinya banyak barang haram. Akeh, anakmu haram, artinya banyak anak haram. Wong wadon mempersembahkan wong lanang yang artinya perempuan mempersembahkan kepada laki-laki. Wong Lanang ngasuraderae khewa yang artinya orang yang menentang dirinya sendiri. Ada banyak barang gratis di luar sana, yang berarti banyak barang yang dibuang. Akeh uwong kaliren lan wuda yang artinya banyak orang yang lapar dan telanjang. Wong tuku ngelenik ring dodol yang artinya pembeli meyakinkan penjual. Menyanyikan dodol okol yang wajar, yaitu meyakinkan penjual. Orang mencari makan ibarat gabuh as diintri, artinya mencari makan ibarat gabuh ditolak.