Aturan Baru Standarisasi Rawat Inap BPJS, Bagaimana Kesiapan Rumah Sakit Swasta?

JAKARTA – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan menyederhanakan layanan Kelas 1, 2, dan 3 menjadi layanan Status Rawat Inap Kelas Penuh (KRIS) mulai 30 Juni 2025. KRIS diketahui merupakan level terendah bagi pasien layanan rumah sakit penerima BPJS. Mitra kesehatan.

Penerapan KRIS mengacu pada Pasal 18 Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2021 yang menyatakan bahwa rumah sakit swasta mengalokasikan ruang perawatan KRIS minimal 40 persen dari total ruang perawatan di rumah sakit tersebut. Sedangkan rumah sakit pemerintah setidaknya mengalokasikan 60 persen dari total ruang perawatan di rumah sakit tersebut. Respon rumah sakit swasta

Jadi bagaimana asosiasi rumah sakit swasta memandang aturan baru ini? Terkait hal tersebut, Sekretaris Jenderal Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI), Dr. Noor Arida Sofiana, MBA, MH angkat bicara. 

Dijelaskannya, obrolan KRIS sudah ada sejak lama. Bahkan, Kementerian Kesehatan akan melakukan pilot study KRIS di beberapa rumah sakit pemerintah dan swasta pada tahun 2023.

“Pembicaraannya sudah lama, tapi dengan persiapan tahun 2023, KRIS sudah diuji, tapi hanya pada tingkat uji Kementerian Kesehatan di RS pemerintah dan swasta, tapi tidak terlalu banyak. . Namun karena ada jeda, maka perlu waktu untuk akhirnya menggunakan data survei tersebut. Kartu identitas di telepon.

Noor Arida juga mengungkapkan, rumah sakit swasta yang saat ini bekerja sama dengan BPJS Kesehatan sudah memulai serangkaian persiapan untuk menerapkan KRIS ini. 

“Oleh karena itu, kami sudah melakukan sosialisasi sejak tahun 2023 tentang perdebatan tentang KRIS. Kami harus menunggu sampai aturan pastinya diterapkan. Bahkan, rumah sakit swasta yang bermitra dengan BPJS Kesehatan sudah mulai mempersiapkannya. Sebab pada akhir tahun 2023 nanti, ketika persyaratan kerja sama dengan BPJS untuk studi persiapan akan diterapkan, “kerjasama ini sudah mencapai tahap yang telah dipersiapkan,” lanjutnya.

Namun di satu sisi, Nur Arida juga mengungkapkan banyak rumah sakit swasta yang membutuhkan waktu untuk bisa menyiapkan ruang perawatan. Selain itu, diakui bahwa desain ruang perawatan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Seperti diketahui, Perpres 59 Tahun 2024 tentang jaminan kesehatan mengatur KRIS dengan ruang perawatan yang mengarah ke ruang perawatan single dengan jumlah tempat tidur sebanyak 4 tempat tidur dan kriteria 12 kamar.

“Dalam Perpres itu tertulis bahwa mulai 30 Juni hingga 1 Juli, pelaksanaannya akan dilakukan secara bertahap untuk memenuhi kriteria. Artinya di sini pemerintah bersedia menilai tingkat pemenuhan 12 kriteria sesuai kapasitas rumah sakit. “Mungkin menurut hasil penelitian, hal itu tidak bisa dilakukan dalam waktu dekat,” ujarnya.

Nur Arida pun mengatakan, suka atau tidak suka, pihaknya harus siap menaati aturan KRIS. 

“Siap atau tidak, aturannya sudah ada. Kami selalu melihat mengapa ada jeda karena pada awalnya rumah sakit swasta belum siap menghadapi situasi ini. Karena anggarannya besar sekali untuk menyiapkan standar, tadinya tingkat 3, sekarang sudah ada rumah sakit. Yang beda misalnya kelas 3, ada 5″ atau 6 tempat tidur, kelas 2, 5 kelas 1 tempat tidur, itu saja. Artinya pemerintah sekarang mulai melakukan normalisasi,” ujarnya.

“Kalau KRIS, tidak boleh lebih dari tempat tidur. RS yang didesain tidak seperti itu harusnya dibongkar dan harus diubah jaraknya, kamar mandinya, lampunya, suhunya, ada 12 yard-pengukuran di sana. diperbarui,” tambahnya. 

Sekadar informasi, pasca penghapusan kelas 1, 2, dan 3 pada layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), rumah sakit harus menggunakan kelas rawat inap standar (KRIS). Ketentuan mengenai KRIS tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024, Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Kriteria Jaminan Kesehatan 

Setidaknya ada 12 kriteria ruang KRIS yang harus dipenuhi pasien BPJS selama dirawat di rumah sakit. 12 kriteria berikut ini mengacu pada Pasal 46A Perpres No. 59 Tahun 2024.  

1. Komponen bangunan yang digunakan tidak boleh memiliki tingkat porositas yang tinggi (tidak menahan debu dan mikroorganisme) 

2. Berventilasi (setidaknya 6 pergantian udara per jam)

3. Penerangan ruangan (standar penerangan ruangan 250 lux untuk penerangan dan 50 lux untuk penerangan kamar tidur) 

4. Kelengkapan tempat tidur (dilengkapi minimal 2 kotak kontak dan tanpa cabang/sambungan langsung tanpa proteksi arus) 

5. Night stand atau meja kecil untuk setiap tempat tidur 

6. Suhu ruangan (suhu ruangan konstan: 20-26°C) 

7. Ruang perawatan dibagi berdasarkan jenis kelamin, anak atau dewasa, serta penyakit menular dan tidak menular.

8. Kepadatan ruang perawatan dan kualitas ruang 

– Jarak antar tepi tempat tidur minimal 1,5 meter – Jumlah kamar? 4 tempat tidur – minimal tempat tidur ukuran L: 200 cm, L: 90 cm dan tinggi: 50 – 80 cm – 2 tempat tidur tarik

9. Gorden/sekat antar tempat tidur

10. Kamar mandi di rumah sakit 

– arah bukaan pintu keluar – – kunci pintu dapat dibuka dari dua sisi, – – adanya ventilasi (exhaust fan atau jendela depan) 11. Kamar mandi memenuhi standar aksesibilitas – tanda/simbol “mati”. Di luar – – tersedia ruang yang cukup untuk pengguna kursi roda – dilengkapi dengan pegangan tangan – Permukaan lantai tidak licin dan tidak menimbulkan genangan air – Nurse call terpasang pada tiang perawat 

12. Keluar oksigen  

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *