Masif Diblokir, tapi Kenapa Situs Pornografi Masih Bisa Diakses

VIVA Tekno – Website pornografi di Indonesia terus menjadi perhatian masyarakat, terutama para orang tua, karena mudah diakses oleh anak-anak.

Mudahnya akses situs pornografi dikhawatirkan dapat berdampak pada masa depan anak. Mengapa masih dapat diakses?

Padahal, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sangat masif dalam menutup atau memblokir situs-situs tersebut.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong mengakui alasannya ada dua.

Pertama, orang menggunakan VPN (virtual private network). VPN memungkinkan pengguna untuk terhubung ke layanan Internet secara pribadi.

VPN dikatakan menyediakan akses aman melalui koneksi server, menyembunyikan jejak data pribadi pengguna.

Layanan koneksi VPN memungkinkan Anda sebagai pengguna mengakses situs web secara aman dan pribadi dengan mengubah jalur koneksi ke server dan menyembunyikan pertukaran data.

“Kita sudah punya mekanisme untuk mencegah masuknya pornografi. Ada filtering. Kenapa masih ada ya, salah satu alasannya menggunakan VPN. Ini dilarang banget,” kata Usman Kansong di Jakarta, Kamis, Juli 11 2024.

Kedua, karena menyebar dari aplikasi pribadi seperti WhatsApp, Telegram hingga Messenger dan kemudian menyusup ke aplikasi publik.

“Di negara kita, pornografi dilarang dalam berbagai bentuk. Bisa jadi pengguna dari negara lain terus mengaksesnya, kemudian mengunduhnya, menyimpannya, dan kemudian mendistribusikannya secara pribadi,” ujarnya.

Usman Kansong mengungkapkan bahwa kejahatan akan menemukan jalannya sendiri. Dalam hal ini, situs-situs pornografi akan tetap dapat diakses oleh masyarakat. Oleh karena itu, sangat penting untuk membela diri.

Lebih lanjut dia menjelaskan, Kementerian Komunikasi dan Informatika belum mengetahui apakah ada teknologi yang dapat mencegah konten pornografi dan situs media sosial.

“Pencegahan sebenarnya sebuah kebijakan. Teknologi media sosial tidak seperti media konvensional. Media konvensional ada mekanisme editnya, ada mekanisme seleksinya, tapi untuk media online kita hanya mengaturnya di UU ITE revisi kedua pasal 16 UU Penyelenggara Elektronik. Sistem yang memiliki tiga mekanisme yaitu verifikasi, klasifikasi dan pengaduan,” jelasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *