BPOM Pastikan Galon Guna Ulang Masih Aman Digunakan, Perhatikan Aturan Pakainya

JAKARTA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memastikan galon yang dapat digunakan kembali aman untuk digunakan pada air minum dalam kemasan (AMDK). Penting untuk mengedukasi masyarakat mengenai cara penanganan yang benar terhadap semua jenis galon, baik daur ulang maupun sekali pakai.

Jadi galon yang bisa digunakan kembali ini masih aman, kata Dwiana Andayani, Direktur Pengolahan Makanan Badan POM, di Jakarta baru-baru ini. Gulir untuk informasi lebih lanjut.

Oleh karena itu, lanjutnya, perusahaan wajib memperlakukan semua jenis wadah galon dengan benar.

“Jangan diusap atau disikat dengan keras. Sebaiknya AMDK per galon disimpan jauh dari sinar matahari langsung,” ujarnya.

Menurut dia, Badan POM juga akan mendalami seluruh AMDK yang disalurkan.

“Jika ada yang gagal memenuhi persyaratan ini, tindakan akan diambil baik terhadap produk maupun produsennya,” katanya.   

Sebelumnya, Guru Besar Keamanan Pangan dan Gizi Departemen Ekologi Manusia (FEMA) Institut Pertanian Bogor (IPB), Ahmad Sulaiman mengatakan, peraturan BPOM dengan jelas menyatakan bahwa semua kemasan plastik mengandung bahan kimia berbahaya.

Dalam petunjuk pelaksanaan Peraturan BPOM no. 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan menyatakan bahwa plastik AMDK polietilen tereftalat (PET) dan polikarbonat (PC) mempunyai sifat berbahaya. Oleh karena itu, BPOM mengatur batasan pengangkutan barang berbahaya pada kedua kemasan tersebut agar dapat digunakan sebagai kemasan pangan.  

Oleh karena itu, jika diterapkan di lapangan, perlakuannya harus sama, tidak mungkin dilakukan perlakuan khusus hanya pada satu kemasan plastik. Karena keduanya memiliki sifat berbahaya. Undang-undang pun sudah diadopsi oleh BPOM, katanya. 

Bahan kimia berbahaya yang terdapat pada kemasan PET antara lain etilen glikol (EG), dietilen glikol (DEG), dan asetaldehida. Saat ini kemasan komputer mengandung bahan kimia yang disebut Bisphenol A (BPA). Dalam Peraturan BPOM telah ditetapkan batas maksimum emisi untuk masing-masing bahan kimia tersebut, yaitu EG dan DEG 30 ppm, Acetaldehyde 6 ppm, dan PC 0,6 ppm.

Oleh karena itu, batasan pengangkutan bahan kimia berbahaya dari kedua jenis kemasan plastik tersebut diatur dengan baik dalam Peraturan BPOM, ”ujarnya. 

Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, Prof. Dedi Fardiaz mengatakan peralihan alat kontak pangan ke produk pangan diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan.

“Semuanya dijelaskan dengan sangat baik di sana,” katanya. 

Ia mengatakan, dalam peraturan BPOM disebutkan beberapa barang yang masuk dalam daftar barang non-makanan tidak hanya kemasan komputer yang mengandung BPA, tetapi juga produk lain seperti minuman melamin, kemasan plastik polistiren (PS). , kemasan pangan timbal (Pb), kadmium (Cd), Kromium VI (Cr VI), merkuri (Hg), kemasan pangan polivinil klorida (PVC) dari senyawa ftalat, kemasan pangan polietilen tereftalat (PET), serta kertas dan makanan kotak kemasan dari senyawa ftalat.

Pakar Institut Teknologi Polimer (ITB) Ahmed Zainal Abidin mengatakan, semua bahan makanan dan minuman berbahaya bagi kesehatan manusia. Ia mencontohkan kemasan PET mengandung EG dan DEG, PC mengandung BPA, PVC mengandung PCM bahkan kertas mengandung bahan berbahaya.

“Semua bahan kimia disimpan bersama-sama sehingga masyarakat terbebas dari zat berbahaya,” ujarnya.

Untuk plastik misalnya, menurut Zainal, yang berbahaya bukan plastik, melainkan benda lain yang bukan plastik atau karet.

“Itu memang bahan mentah, tapi bahan bakunya tidak diolah 100 persen. Jadi ada residunya. Oleh karena itu, jumlah residunya dibatasi agar aman. Oleh karena itu, baik plastik PET maupun PC, harus ada residunya. bahan bakunya , bahannya tidak 100 persen, “Oleh karena itu, kemasan plastik harus diperlakukan sama,” ujarnya. 

Anggota Persatuan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI), Hermawan Seftiono mengatakan, jika BPOM tidak bekerja dengan baik dalam mengelola seluruh kemasan plastik, maka tidak hanya berdampak pada masyarakat tetapi juga pusat ilmuwan dan profesional terkait. .

“Bisa berbahaya karena ada ketakutan masyarakat menganggap suatu kemasan lebih aman dibandingkan kemasan lainnya. Padahal, semua kemasan plastik mengandung sifat berbahaya seperti asetaldehida, antimon, etilen glikol, dietilen glikol, BPA, dan lain-lain,” ujarnya. dikatakan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *