UMY Kaji Penggunaan AI dan Big Data untuk Kontestasi Pilkada Serentak 2024

Yogyakarta, VIVA – Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) mengatakan kombinasi big data dan kecerdasan buatan (AI) dapat digunakan untuk menentukan kebijakan pemerintah. Lebih jauh lagi, kombinasi ini dapat menjaga politik moneter pada saat pemilu, khususnya pemilu serentak di tingkat provinsi.

Dekan Departemen Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) UMY, Dr. Negara-negara Asia Timur seperti Taiwan dan Korea sudah menggunakan kecerdasan buatan untuk menentukan kebijakan publik, kata Takdir Ali Mukti. Semua ini merupakan kombinasi pengolahan big data sehingga kualitas kebijakan pemerintah berbasis ilmu pengetahuan.

“Nah, di tempat kita ini, sudah 10 tahun terakhir ini digunakan oleh pemerintah pusat. Tapi untuk implementasinya, pemerintah daerah masih memerlukan pelatihan-pelatihan,” ujarnya pada International Conference on Government and Politics (ICGP) yang digelar di kampus UMY. Kasihan, Banthal, Jumat 9 Agustus 2024.

“Kami menggunakan kecerdasan buatan dan big data sebagai alat untuk menyerap ekspektasi sebanyak-banyaknya melalui teknologi tanpa terpengaruh asumsi,” lanjut Takdir.

Nasib menyimpulkan bahwa penelitian yang melibatkan manusia pasti menimbulkan asumsi. Pada saat yang sama, big data bisa menyerap semua media, misalnya dalam satu detik bisa menyerap ratusan juta data.

“Fungsi ini meningkatkan kualitas pengambilan keputusan, terutama yang berkaitan dengan pelayanan publik. Misalnya bisa memantau siapa yang ngobrol dengan temannya, memantau tweet di media sosial, semua ada di data itu,” ujarnya.

Lalu, ketika AI bisa digunakan untuk membuat kebijakan, tantangan baru akan muncul. Tantangannya adalah bagaimana mengatasi politik moneter.

“Tantangan kita pasca kebijakan publik adalah bagaimana kita menggunakan data besar dengan AI untuk melawan politik uang dalam demokrasi kita. Selain itu, bagaimana kita dapat menggunakan AI untuk membuat perangkat lunak untuk melawan politik uang dalam demokrasi,” katanya. .

Rejeki mencontohkan, orang tidak mencuri karena tidak ada kesempatan. Oleh karena itu, sangat sulit untuk mengandalkan moralitas sosial untuk menghindari politik uang.

“Tapi bagaimana AI bisa memberikan peluang-peluang tersebut, baik itu dalam bentuk aplikasi atau jaringan aplikasi. Itu kombinasi AI, software dan semua data yang diproses di big data atau data yang disimpan di sana,” ujarnya.

Ditanya apakah Indonesia mampu, Takdir optimistis Indonesia mampu. Mengingat sumber daya manusia (SDM) sudah berkemampuan tinggi di bidang teknologi informasi.

“Jika kita serius mengembangkan perangkat lunak untuk pengujian, saya pikir kita setidaknya bisa mengurangi praktik politik moneter,” ujarnya.

Sementara itu, Tunjung Sulaksono, Kepala Bidang Penelitian Ilmiah Pemerintahan FISIPOL UMY, mengatakan perlu lebih banyak upaya untuk mempersiapkan sumber daya manusia di bidang akademik. Namun, sumber daya manusia juga harus didukung oleh infrastruktur yang memadai.

“Salah satu yang berkembang di AI khususnya pada pelayanan publik adalah bagaimana perlindungan data, keamanan data itu sangat penting,” ujarnya.

Di saat yang sama, Tunjung mengaku sangat mungkin memanfaatkan kecerdasan buatan untuk pemilukada. Misalnya, tim sukses partai yang didukung jajak pendapat dapat menggunakan data komunitas untuk melihat tren.

“Seperti yang diharapkan, situasi seperti apa manajer regional, laki-laki, perempuan atau tua dan muda yang muncul dari percakapan media sosial, kini dapat diselesaikan dengan AI untuk memberikan informasi,” katanya.

“Kalau mereka tahu cara mengolah data dengan AI akan sangat menarik karena mereka bisa mengambil kesimpulan seperti pangsa pasar, pesan apa yang ingin disampaikan kepada pemilih,” tambah Tunjung.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *