Titik Kumpul – Meski mereda, sengketa wilayah di Laut Mediterania antara Turki dan Yunani bisa kembali memanas setelah Jerman sepakat menjual senjata jenis rudal ke kedua negara.
Nama Turki dan Yunani masuk dalam proyek pertahanan antimisil Eropa bernama Sky Shield yang diprakarsai langsung oleh Jerman. Masuknya Turki dan Yunani menambah daftar anggota menjadi 21 negara.
Menteri Pertahanan Jerman Boris Pistorius membenarkan dalam laporan yang diterbitkan Titik Kumpul militer Bloomberg bahwa Turki dan Yunani telah bergabung dalam proyek European Sky Shield, Kamis, 15 Februari 2024.
“Turki dan Yunani secara resmi akan bergabung dengan proyek pertahanan rudal yang dipimpin Jerman pada hari Kamis, menjadikan mereka disebut sebagai anggota
“Jumlah ini cukup besar untuk waktu yang singkat,” ujarnya pada pertemuan negara-negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Brussels (Belgia).
Rencana peningkatan kekuatan pertahanan udara negara-negara Eropa pertama kali diumumkan Jerman pada Agustus 2022, saat serangan militer Rusia terhadap Ukraina memasuki bulan keenam.
Kanselir Jerman Olaf Scholz mengumumkan dalam pidatonya di Praha (Republik Ceko) bahwa Jerman berencana menjual salah satu rudal andalannya, IRIS-T, ke negara-negara Eropa, khususnya anggota NATO.
Jerman sedang memeriksa negara-negara yang membeli sistem rudal pertahanan udara yang dirancang untuk meningkatkan efisiensi dan fleksibilitas pendanaan.
Selain itu, Pistorius juga menyatakan telah menandatangani perjanjian dengan Slovenia untuk pembelian rudal pertahanan udara IRIS-T, dan ia mengatakan kepada wartawan bahwa ia akan menandatangani perjanjian pembelian tersebut pada Kamis, 15 Februari.
Sedangkan perjanjian dengan Yunani akan ditandatangani pada waktu yang bersamaan. Hal ini dibenarkan langsung oleh Menteri Pertahanan Yunani Nikolaos Dendias.
Seperti diketahui, meski sama-sama anggota NATO, Turki dan Yunani merupakan dua negara yang terlibat konflik di Mediterania Timur yang berlangsung sejak 1992.
Militer Ukraina merupakan salah satu negara yang mengoperasikan rudal IRIS-T, sedangkan Jerman merupakan salah satu pendukung senjata rezim Volodymyr Zelensky dalam perlawanannya terhadap invasi Rusia.
Pada tahun 2019, hubungan keduanya memanas setelah serangkaian insiden yang melibatkan tentara Turki dan Yunani di kawasan Aegean. Konflik juga berlanjut di Perancis.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengutuk keputusan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang memerintahkan pasukannya mengerahkan kapal induk bertenaga nuklir Charles de Gaulle di Mediterania timur.
Pergerakan kapal induk Charles de Gaulle ini merupakan respons terhadap latihan besar-besaran Angkatan Bersenjata Turki (TAF) bernama NAVTEX yang dianggap ilegal oleh Prancis dan Yunani.