Asia Pacific Harm Reduction Forum 2024 Bahas Konsep Pilar Utama Isu Penting Ini

VIVA Lifestyle: Advokasi penggunaan produk tembakau alternatif untuk mengurangi prevalensi merokok menjadi salah satu isu utama yang dibahas dalam Asia Pacific Harm Reduction Forum (APHRF) 2024. Forum yang digelar pada Rabu, Jakarta Convention Center (JCC) . , 3 Juli 2024, membahas pengurangan dampak buruk penggunaan tembakau.

Alasan utamanya adalah hasil studi ilmiah yang dilakukan di dalam dan luar negeri yang menunjukkan bahwa produk tembakau alternatif, seperti rokok elektronik (vaper), produk tembakau yang dipanaskan, dan kantong nikotin, tidak terlalu berbahaya dibandingkan rokok yang dihisap.

Pada sesi I yang membahas tentang penelitian dan ilmu pengetahuan, Kolonel Laut (K) Dr. Yun Makman Akbar dari RS TNI AL, Sp.Ort., FICD. Muntohardjo menjelaskan, prevalensi merokok juga menjadi masalah di kalangan militer.

Di Amerika Serikat, sekitar 30% personel militer aktif melaporkan merokok, dengan angka tertinggi di Angkatan Darat dan Korps Marinir. Mari kita simak artikel lengkapnya di bawah ini.

Sementara itu, di Inggris, sekitar 25 persen personel militer merokok, dengan prevalensi lebih tinggi di kalangan anggota muda dan berpangkat rendah. Tingkat merokok di kalangan personel angkatan pertahanan di Australia adalah sekitar 20%.

Faktor risiko tingginya prevalensi merokok di kalangan militer antara lain lingkungan yang penuh tekanan, pengaruh teman sebaya, dan penerimaan sosial. Prevalensi merokok lebih tinggi pada usia muda dan pangkat lebih rendah, kata Yoon Mukim dalam paparannya.

Untuk menurunkan prevalensi merokok, lanjut Yon Makman, dunia militer mulai menerapkan konsep pengurangan risiko.

Ada empat pilar utama dalam penerapan konsep ini, termasuk kerangka kebijakan, pendanaan dan sumber daya, keterlibatan masyarakat, serta pelatihan dan pendidikan.

Berdasarkan keempat pilar tersebut, dirumuskan tiga strategi intervensi. Pertama, program berhenti merokok komprehensif yang menyediakan akses terhadap konseling dan terapi penggantian nikotin.

Strategi lainnya, kebijakan bebas rokok di instalasi militer. Terakhir, kampanye edukasi melalui program untuk meningkatkan kesadaran akan risiko kesehatan akibat merokok dan mempromosikan budaya bebas rokok.

“Tidak dapat dipungkiri bahwa merokok sudah menjadi sebuah kebiasaan di dunia militer. Untuk mengatasi banyaknya perokok di dunia militer, kita harus menyadari terlebih dahulu bahwa merokok misalnya merupakan hal yang sulit bagi sebagian perokok aktif, maka kita perlu menerapkannya. strategi berlapis dari awal hingga digunakan. Hentikan sama sekali produk-produk berisiko rendah,” kata Yoon.

Narasumber lain di meja debat yang sama, Prof. Amalia, MSc, dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran menambahkan, penggunaan produk tembakau alternatif juga bisa menjadi strategi untuk menurunkan prevalensi merokok di Indonesia yang sudah mencapai 57 juta orang.

Sebab, produk ini telah teruji dalam kajian ilmiah menerapkan konsep pengurangan risiko sehingga mampu meminimalisir zat berbahaya.

Hal ini dibuktikan dengan studi klinis yang dilakukan Universitas Padjadjaran bertajuk “Respon Nikotin dan Gusi pada Pengguna Vaporizer vs. Perokok Saat Mengalami Gingivitis Buatan” yang diterbitkan pada tahun 2021.

Penelitian tersebut melibatkan 15 peserta berusia antara 18 dan 55 tahun yang dibagi dalam tiga kriteria dengan distribusi gender yang tidak merata. Kriteria pertama adalah merokok dengan jangka waktu konsumsi rokok minimal satu tahun.

Kriteria kedua adalah pengguna produk tembakau alternatif yang telah berhenti merokok dengan jangka waktu penggunaan minimal satu tahun. Kriteria ketiga adalah tidak merokok.

Selama fase gingivitis, peserta diinstruksikan untuk tidak menyikat gigi selama 21 hari. Tujuannya adalah untuk melihat seberapa baik gusi merespons bakteri tersebut.

Akibatnya, pengguna produk tembakau alternatif yang beralih ke rokok juga mengalami penumpukan plak atau infeksi bakteri seperti halnya orang yang bukan perokok.

Hasil studi klinis ini memberikan bukti ilmiah bahwa produk tembakau alternatif efektif mengurangi risiko karena profil risikonya berkurang. Perokok, untuk meningkatkan kualitas kesehatan. Pemangku kepentingan terkait lainnya juga harus dilibatkan untuk berkontribusi pada sosialisasi hasil. pungkas Amalia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *