Ini Sosok Pasukan TNI Bersenjata Senyap di IKN, Tugasnya Melumat Drone Liar Sampai Hancur

VIVA – Untuk pertama kalinya dalam sejarah, pemerintah menyelenggarakan upacara pengibaran bendera Sang Saka Merah Putih dan tidak lagi berpusat di Jakarta. Melainkan di ibu kota nusantara di Kalimantan Timur (IKN).

Pada acara HUT RI di IKN, pengamanan di sekitar tempat upacara tak jauh berbeda dengan pengamanan di Istana Merdeka Jakarta.

Berbagai unsur tiga matra Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi pilar utama HUT Kemerdekaan Republik Indonesia di IKN. Di ibu kota Negara Republik Indonesia yang baru ini, tidak hanya terlihat prajurit TNI dari Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres), namun banyak juga prajurit lainnya yang keberadaannya tidak terlihat oleh masyarakat umum.

Salah satunya adalah Pasukan Keamanan Anti Drone. Kebetulan saat upacara HUT RI di IKN, TNI mempercayakan keamanan langit kepada IKN dari gangguan kendaraan udara tak berawak alias unmanned aerial vehicle (UAV) yang berada dalam jangkauan artileri pertahanan udara (Arahnud). ). Komando Daerah Militer Jayakarta (Kodam Jaya).

Maka dari itu, pada acara tersebut Kodam Jaya mengerahkan pasukan anti drone dari Batalyon Arhanud 6/Bhaladika Akasa Juda alias Yon Arhanud 6/Rangkok.

Berdasarkan siaran resmi Yon Arhanud 6/Rangkok yang dirilis VIVA Militer pada Senin 19 Agustus 2024, pasukan anti drone Korps Baret Coklat disiagakan di kawasan IKN beberapa hari menjelang perayaan HUT RI. terorganisir.

Prajurit Rangkok bersiaga di IKN menggunakan kendaraan taktis yang dilengkapi radar udara dan senjata canggih untuk melumpuhkan drone.

Menurut Panglima Angkatan Darat Rangkok Letkol Yusuf Vinarno, penunjukan batalyonnya untuk mengemban tugas pengamanan ICN dari drone ilegal merupakan suatu kehormatan yang luar biasa. Jadi dia memilih prajurit terbaik untuk melakukan pekerjaan ini.

Saat mengamankan IKN, pasukan Rangkok terang-terangan dipersenjatai dengan senjata pelucut senyap Seri-1 (SPS-1). Senjata ini P.T. Pindad.

SPS-1 hanya dapat dioperasikan oleh satu prajurit TNI. Senjata ini mampu menetralisir ancaman drone dengan 2 cara. Yang pertama menggunakan metode soft kill. Jadi, drone berbahaya bisa dinonaktifkan dengan menutup akses kendali pada jarak 500 meter.

Kemudian metode hard kill, di mana semua drone berbahaya dalam jarak 150 meter akan langsung hancur. Oleh karena itu, dipastikan tidak ada drone yang bisa memasuki tempat kegiatan kenegaraan.

Baca: Tak Disangka, Mayor Datu Ramang Danionif Pandawa Kostrad TNI Jadi Mantan Panglima Pasukan 17

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *