Konsep Ini Bagian dari Gaya Hidup Berkelanjutan

Titik Kumpul Tekno –  Gaya hidup mengurangi jumlah sampah atau zero waste life kian populer. Konsep ini bertujuan untuk menjaga lingkungan dengan membatasi penggunaan satu bahan yang berpotensi menumpuk dan menjadi limbah.

Limbah sungai dapat menjadi cara untuk meningkatkan dampak negatif terhadap lingkungan secara berkelanjutan. Data Bank Dunia memperkirakan jumlah sampah global akan meningkat dari 2,01 miliar ton pada tahun 2016 menjadi 3,40 miliar ton pada tahun 2050.

Pencemaran plastik menjadi risiko terbesar dalam penyelesaian permasalahan ini, karena jenis plastik yang sulit terurai membuatnya rentan terhadap pencemaran tanah dan air, serta mengancam kestabilan biota laut.

Kesadaran akan dampak lingkungan akibat tumpukan sampah menjadi landasan penting dalam mewujudkan zero waste life.

Masyarakat dapat menggunakan prinsip 5R yaitu mengurangi, mendaur ulang, mendaur ulang, membusuk, dan menolak (reduce, recycle, recycle, kompos dan reject).

Strategi pengurangan dapat dilakukan dengan mengurangi pembelian produk-produk yang tidak diperlukan. Pada tahap daur ulang dengan menggunakan barang-barang yang masih layak pakai, dan daur ulang dengan cara mendaur ulang sampah.

Kemudian proses pembusukan dapat dilakukan dengan membuat kompos dari sampah organik. Terakhir, proses menolak, yaitu menolak menerima sesuatu yang bisa dibuang.

Ide ini juga bisa dimulai dari kawasan perumahan. Oxo Group Indonesia, sebuah perusahaan pengembangan dan manajemen butik yang berbasis di Bali, misalnya, menyatakan telah menerapkan gaya hidup zero-waste di semua proyek propertinya sejak didirikan pada tahun 2015.

Terlebih lagi, Bali kini mengalami perubahan lanskap industri properti, dimana tren Neo-Mewah telah menciptakan celah pasar baru dalam industri properti Indonesia.

Neo-Mewah adalah pandangan bahwa kemewahan tidak lagi dibatasi oleh bahan bangunan yang digunakan – misalnya marmer – tetapi oleh nilai, desain, kepraktisan, pengalaman, dan kehidupan berkelanjutan.

“Kami selalu mengedepankan kehidupan berkelanjutan. Seluruh properti yang kami bangun dilengkapi dengan panel surya, zona air hujan, pengolahan air, filter air osmosis, dan peralatan yang diperbaiki atau didaur ulang,” kata Pendiri dan CEO Oxo Group Indonesia, Johannes Weissenbaeck.

Saat ini Oxo Group telah mengembangkan sekitar 30 properti di Bali senilai Rp 700 miliar yang terdiri dari private residensial, villa, townhouse, studio koperasi, resort dan perahu sepanjang 20 meter di Taman Nasional Komodo.

Juni mendatang, Weissenbaeck berencana meluncurkan proyek barunya di Nyanyi, Bali senilai RP 500 miliar. Menurutnya, proyek baru ini mencerminkan gaya desain dan filosofi Oxo Living yang mengacu pada gaya ‘Lifestyle Real Estate’.

Dikatakannya, proyek baru yang didirikan di atas lahan 2 hektar di utara Canggu ini akan mencakup sekitar 36 unit desa besar dengan kolam renang pribadi dan dilengkapi berbagai fasilitas umum bagi calon penghuni.

“Tren ini muncul karena di masa pandemi Covid-19, semua orang bekerja dari mana saja. Bali menjadi salah satu destinasi pertama. Yang menakjubkan, tren ini masih ada hingga saat ini, sehingga menjadi bahan bakar pasar properti,” jelasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *