Polemik PP Kesehatan Nomor 28/2024, Komunitas Pelaku Industri Desak Gulirkan Revisi

Jakarta, VIVA – Asosiasi Pemangku Kepentingan Industri Tembakau Alternatif menolak keras Peraturan Pemerintah 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Kesehatan 17 Tahun 2023 (UU 17/2023).

Peraturan ini dinilai perlu ditinjau ulang karena mengandung beberapa kesalahan hukum yang mengancam kelangsungan usaha dan juga membatasi hak konsumen dewasa untuk mengakses produk tembakau alternatif.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Garindra Kartasmita menjelaskan cacat hukum pertama pada PP 28/2024 karena bertentangan dengan UU 17/2023.

Merujuk Pasal 152 UU 17/2023, tembakau dan produk pengganti tembakau harus diatur dengan peraturan tersendiri. Mari kita lanjutkan menelusuri seluruh artikel di bawah ini.

“UU Kesehatan mewajibkan rokok elektronik dan produk tembakau diatur dengan peraturan pemerintah tersendiri. Kalau aturan turunannya bertentangan dengan aturan di atasnya (UU 17/2023), maka menurut kami perlu ditinjau ulang,” kata Garinda saat dihubungi. 2024 20 Agustus, Selasa.

“Dengan terbitnya peraturan pemerintah, industri kita akhirnya akan terlihat kecil karena pasalnya sedikit dibandingkan hampir 1.200 pasal. Padahal ini sangat penting, harus ada PP tersendiri untuk produk tembakau,” imbuhnya.  

Garindra melanjutkan, kesalahan hukum lainnya adalah Pasal 434 PP 28/2024 yang mengatur ketentuan larangan penjualan hasil tembakau dan rokok elektronik.

Larangan ketat ini semakin menghalangi perokok dewasa untuk mengakses produk tembakau alternatif yang memiliki risiko kesehatan yang terbukti secara ilmiah.

“Peraturan ketat ini tidak menghalangi anak di bawah umur, justru menghalangi perokok dewasa untuk mendapatkan produk tembakau alternatif. Jadi kita seperti industri terlarang,” jelasnya.

434. Permasalahan lain dalam Pasal PP 28/2024 adalah ketentuan yang melarang penjualan hasil tembakau dalam radius 200 meter dari lembaga pendidikan. Menurut Garindra, ketentuan tersebut semakin mengancam kelangsungan usaha.

“Padahal ini bukan solusi, hanya menimbulkan permasalahan baru karena merugikan pedagang kecil dan menambah pengangguran,” ujarnya.

Kesalahan hukum yang ketiga adalah tidak diikutsertakannya pelaku industri dalam pembahasan PP 28/2024. Pekan lalu, Garindra mengungkapkan pihaknya sudah berdiskusi dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

“Kementerian Perindustrian sebagai agen kami akan memastikan terus tumbuhnya industri ini di Indonesia. Kami juga sudah menyampaikan keluhan dan meyakini PP ini harus segera ditinjau ulang,” ujarnya.

Dalam kasus lain, Trubus Rahadiansyah, pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, mengungkapkan bahwa kurangnya keterlibatan pemangku kepentingan industri tembakau alternatif dalam penyusunan PP 28/2024 tidak akan efektif jika peraturan industri diterapkan.

Menurut dia, saat penyusunan PP 28/2024, hanya kelompok antitembakau yang menguasai mayoritas masyarakat, dan asosiasi produk tembakau alternatif tidak membentuk kebijakan tersebut.

“Jadi bagaimana Anda ingin menegakkan kebijakan ini? Akan ada perlawanan,” kata Trubus.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *