Masyarakat Pedesaan Bahagia sama Layanan Starlink

Jakarta, VIVA – Masyarakat pedesaan merasa puas dengan layanan internet satelit Elon Musk, Starlink, dengan tingkat kepuasan 85%.

Keberadaannya menjadi angin segar, karena mereka menggunakan jaringan penyedia Internet DSL dan layanan telekomunikasi satelit yang “bekerja sangat lambat”.

Sementara itu, 11% komunitas pedesaan tidak memiliki koneksi internet di rumah sebelum Starlink hadir.

Faktanya, layanan internet satelit ini menawarkan harga tinggi namun kecepatan bandwidth sedang.

Pelanggan akan menikmati kecepatan unduh antara 25 dan 220 Mbps, dan harga berlangganan bulanan mulai dari US$120 (Rp1,8 juta) – jauh di atas harga pasar rata-rata sebesar US$63 (Rp976.000).

Selain itu, pelanggan juga harus membeli parabola Starlink seharga US$499 (Rp7,7 juta), dan saat ini harganya sudah turun menjadi US$299 (Rp4,6 juta).

Sekadar informasi, internet di pedesaan umumnya lambat dan cenderung tidak bisa diandalkan.

Namun, Starlink tampaknya telah membalikkan skenario ini.

Sekitar 30% pelanggan Starlink melaporkan bahwa koneksi Internet mereka terputus dalam 90 hari terakhir, lebih rendah dibandingkan penyedia layanan Internet kabel fiber dan DSL, namun masih lebih tinggi dibandingkan serat optik dan nirkabel.

Tingkat kepuasan di Amerika Serikat (AS) dilaporkan oleh Recon Analytics.

Perusahaan riset asal Massachusetts, AS, mengumpulkan data lebih dari 153.000 responden antara 12 Mei 2023 hingga 5 Juli 2024, termasuk 1.300 pelanggan Starlink.

“Karena Starlink merupakan layanan yang memerlukan “jalur lurus” ke satelit di orbit rendah Bumi, layanan ini mampu menangani bandwidth bahkan pada waktu puncak. Jika Anda tidak punya pilihan lain, maka (harga) Internet yang mahal sepadan, kata analis Recon Analytics Roger Entner, dikutip dari situs CNET, Kamis 22 Agustus 2024.

Saat ini, jumlah pelanggan layanan Internet Elon Musk yang pertama kali muncul pada tahun 2019 telah melampaui 3 juta orang di seluruh dunia, dimana 1,4 juta di antaranya berasal dari Amerika Serikat.

Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan pesaingnya Hughesnet (1 juta pelanggan) dan Viasat (257.000 pelanggan).

Namun Recon Analytics menyebut Starlink memiliki satu kekurangan yakni layanan. Bukan karena jelek, tapi karena tidak ada layanan pelanggan langsung.

Starlink tidak memiliki toko langsung atau bahkan nomor telepon untuk dihubungi. Jadi pelanggan harus berkomunikasi secara online melalui aplikasi atau situs resminya.

Namun, pelanggan sebenarnya tidak berbicara dengan orang sungguhan, melainkan hanya mengirimkan kode layanan dan berharap mendapat respons cepat.

Apa pun yang terjadi, tidak dapat disangkal bahwa pengguna Starlink sangat antusias dengan layanan internet satelit Elon Musk. Itu semua tergantung pilihannya.

Starlink seringkali jauh lebih unggul dibandingkan layanan internet lain yang tersedia di daerah pedesaan, namun hal ini tidak masuk akal untuk daerah perkotaan di mana jaringan internet rumah kabel, fiber, dan 5G tersedia secara luas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *