Manusia Tak Bisa Ngeles dari Nyamuk

JAKARTA, VIVA – Tidak ada yang bisa lepas dari nyamuk. Di ruangan yang sangat gelap. Serangga penghisap darah ini akan terus mengganggu manusia dengan suaranya.

Lantas, bagaimana nyamuk mendekati manusia dalam kegelapan? Peneliti dari University of California Santa Barbara (UCSB), Amerika Serikat (AS) menjawab pertanyaan tersebut.

Mereka menunjukkan bahwa nyamuk mempunyai ‘kemampuan’ mencari mangsa di malam hari.

Nyamuk dapat melihat sinar infra merah (IR) dari panas tubuh manusia. Cahaya ini memungkinkan mereka mengenali mangsa dan merencanakan serangan.

Masalahnya adalah nyamuk menularkan banyak penyakit menular, termasuk demam berdarah dengue (DBD), demam kuning, Zika dan malaria.

Misalnya, satu spesies, Anopheles gambiae, bertanggung jawab atas lebih dari 400.000 kematian setiap tahun akibat malaria.

Peneliti UCSB juga mengeksplorasi potensi nyamuk Aedes aegypti, spesies yang menyebabkan lebih dari 100 juta infeksi demam berdarah, demam berdarah, dan Zika setiap tahunnya.

Mereka menemukan bahwa kedua nyamuk tersebut dapat mendeteksi IR saat berburu di malam hari dan menjelaskan bagaimana hal ini terjadi.

Ia mengira nyamuk Aedes aegypti dapat melihat cahaya infra merah, sehingga ia melakukan percobaan untuk membuktikannya.

Para peneliti menempatkan nyamuk betina dalam sebuah ruangan dan membuat dua zona untuk memantau aktivitasnya.

Yang pertama menggunakan sensor pemancar inframerah yang mentransmisikan energi dan suhu kulit manusia, keberadaan karbon dioksida (CO2) dan integrasi panas dan bau manusia. Wilayah lain tidak memiliki sumber inframerah.

Tak heran jika banyak nyamuk yang berpindah ke daerah yang memancarkan sinar infra merah dan bersuhu sekitar 34 derajat Celcius atau sama dengan suhu kulit manusia.

Nyamuk dapat melihat cahaya IR hingga jarak 70 cm (2,5 kaki). Para peneliti juga menjelaskan mengapa penelitian sebelumnya belum digunakan untuk mengetahui potensi nyamuk.

Serangga penghisap darah ini menggunakan informasi dari sinyal yang berbeda. Mereka mendeteksi cahaya inframerah, kadar CO2, dan bau. Eksperimen yang hanya melibatkan sinar IR tidak akan menghasilkan hasil yang sama.

Selain itu, UCSB juga menemukan bahwa cahaya IR akan merambat di udara sebagai gelombang elektron dan mengenai neuron peka panas di ujung antena nyamuk, dilaporkan Kamis, 29 Agustus 2024, di situs BGR.

Namun, sensor tersebut tidak cukup kuat untuk memungkinkan Aedes aegypti melihat IR dalam kegelapan hingga jarak 70 cm.

Mereka mengira nyamuk mungkin memiliki protein dalam keluarga rhodopsin yang berfungsi mendeteksi suhu, bukan cahaya.

“Hanya itu yang diperlukan nyamuk untuk menemukan Anda dalam kegelapan. Mereka akan melayang hingga menangkap sinyal IR, lalu menyerang Anda,” menurut peneliti UCSB.

Temuan ini mungkin lebih penting di daerah tropis dan subtropis dimana nyamuk seperti Aedes aegypti banyak ditemukan. Namun, spesies tersebut kini ditemukan di wilayah lain, termasuk California.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *