Soal Dugaan Larangan Jilbab di RS Medistra, MUI: Baiknya Tidak Buka di Indonesia

Jakarta, VIVA – Muhammad Cholil Nafis, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Ukhuwa dan Dakwah, turut mengomentari kontroversi di RS Medistra yang melarang penggunaan jilbab bagi dokter umum dan perawat.

Menurutnya, Indonesia sebagai negara merdeka menjamin sepenuhnya warganya akan taat pada ajaran agama. Termasuk mengenakan pakaian keagamaan seperti hijab, hijab yang digunakan oleh wanita muslim untuk menutupi auratnya. Terutama di area rambut, leher, dan dada.

“Rumah sakit yang masih berhijab di Indonesia sebaiknya tidak dibuka. Karena kami merdeka dan menjamin kebebasan mengikuti ajaran agama kami,” kata Cholil Nafis di X (Twitter) pribadinya. Dikutip pada Senin 2 September 2024.

Ia meminta aparat mengusut larangan berhijab yang diduga diterapkan RS Medistra. Menurut dia, permasalahan seperti itu harusnya dihilangkan agar tidak timbul konflik di masyarakat.

“Bantu petugas di rumah sakit menyelidiki kasus ini. Agar tidak menjadi contoh yang buruk,” imbuhnya.

Sebelumnya, kontroversi pelarangan hijab di RS Medistra mencuat setelah ahli bedah onkologi Diani Cartin buka suara di media sosial pada Kamis, 29 Agustus 2024. Diani mengatakan, dua temannya sudah melamar dan hadir di RS Medistra untuk wawancara jabatan dokter umum. Ngomong-ngomong, dia bilang keduanya memakai jilbab.

Lanjut Diani saat wawancara. Pasangan itu mengaku ditanyai kesediaan mereka melepas jilbab jika dipekerjakan.

“Ada satu pertanyaan terakhir selama wawancara. Tanyakan mengenai kinerja dan apakah RS Medistra merupakan rumah sakit internasional. Oleh karena itu timbul pertanyaan apakah mereka siap melepas hijab jika diterima,” tulis Diani dalam suratnya.

Ia yang bekerja di RS Medistra sejak 2010 tampak kecewa saat mengetahui aturan tersebut. Ia mengatakan, banyak rumah sakit lain di Jakarta yang lebih baik dari RS Medistra yang tidak pernah melarang penggunaan hijab.

“Jika RS Medistra benar-benar RS untuk kelompok tertentu, sebaiknya ditulis dengan jelas bahwa RS Medistra untuk golongan tertentu. Agar jelas siapa yang bekerja dan datang sebagai pasien,” ujarnya.

Sangat disayangkan saat wawancara muncul pertanyaan apa yang menurut saya rasisme, lanjutnya.

Mengetahui hal tersebut, Diani memutuskan berangkat pada Sabtu, 31 Agustus 2024. Ia mengaku tidak menyesali keputusannya.

“Jangan sedih. Insya Allah akan ada penghidupan di mana-mana,” tegasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *