Bisakah Hubungan Nikita Mirzani dan Lolly bisa Kembali Membaik? Ini Kata Psikolog

Jakarta, VIVA – Renggangnya hubungan Nikita Mirzani dan putri sulungnya Lolly kembali menjadi sorotan. Usai mengajukan laporan terhadap Wadel Bajide ke Polres Metro Jakarta Selatan. Pada Kamis, 19 September 2024 malam, Nikita Mirzani menjemput putrinya di apartemen. 

Selama proses pengumpulan, penonton semakin menggelengkan kepala, dan Lolly berteriak histeris, meminta untuk tidak dijemput. Tak hanya itu, setelah sekian lama, akhirnya pada Kamis malam Nikita Mirzani dan Lolly bertemu untuk pertama kalinya setelah sempat adu mulut selama beberapa waktu. Gulir terus.

Lantas, dengan bersatunya kembali Nikita dan Lolly, apakah hubungan mereka bisa pulih kembali? Dalam kesempatan tersebut, Psikolog Dr. Rose Mini Agoes Salim berbicara kepada M.Psi. Menurutnya, hubungan ibu dan anak bisa ditingkatkan.

“Jika Anda ingin meningkatkan hubungan antara dua orang, ada sesuatu yang harus diberikan kepada keduanya. Jadi bukan “kamu harus baik padaku, aku akan tetap di sini”, kamu tidak bisa keduanya, ada yang harus dikorbankan. “Untuk sukses, Anda harus mengorbankan ego Anda,” ujarnya mengutip siaran YouTube. 

Di sisi lain, ibunda Romi yang dikenalnya juga memberikan perkenalan dengan Nikita Mirzani. Nikita mengatakan ibu Romy harus memandang putranya sebagai aset berharga bagi dirinya sebagai orang tua. 

“Suka atau tidak, ini tetap anaknya, jadi dia perlu melihat bahwa anak ini adalah aset baginya sebagai orang tua. “Jika kita salah dalam mendidik, kita akan melihatnya seumur hidup sebagai orang tua,” ujarnya.

Ibunda Romy juga berpesan agar orang tua bisa mendidik anaknya dengan hal-hal yang baik. Pelajaran utama yang perlu diajarkan kepada anak adalah moralitas.  

“Makanya kita harus memberikan pendidikan yang baik kepada anak ini. Untuk mengajarkan akhlak, orang tua harus mempunyai kemampuan akhlak yang baik. Tuhan telah menganugerahkan kecerdasan moral kepada semua manusia, namun apakah kecerdasan itu terwujud dalam perilaku atau tidak, bergantung pada stimulusnya. “Jika rangsangan dari luar tidak memberikan moralitas kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang jahat, maka hal itu tidak ada,” ujarnya. 

Selain itu, Ibu Romi juga menyampaikan bahwa pengajaran norma dan moral sebaiknya dilakukan sejak dini. Ajaran moral, kata Ibu Romi, juga harus benar. 

“Ajarkan moralitas, bukan akhlak, ajarkan ‘inilah yang baik’, ajarkan empati, pahami perasaan orang lain—menurut saya keduanya tidak baik,” jelasnya.   

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *