Perpres Publisher Rights: Keadilan Ekonomi untuk Industri Pers Indonesia

Jakarta, VIVA – Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria menegaskan, Keputusan Presiden atau Perpres Nomor 32 Tahun 2024 tentang tanggung jawab Sistem Digital untuk mendukung Kualitas Lingkungan Jurnalis atau Hak Penerbit menjamin keadilan ekonomi dalam industri informasi.

Dengan prinsip ini, Pemerintah ingin memastikan pemerataan ekonomi dalam pendistribusian konten di platform digital. Menurutnya, disrupsi digital telah mengubah lanskap media secara drastis.

Platform digital yang berkembang telah mengubah cara masyarakat mengonsumsi informasi dan memengaruhi model bisnis perusahaan media.

“Kami melihat ada hubungan asimetris antara penerbit atau pembuat konten dengan perusahaan platform digital,” ujarnya di Jakarta, Selasa, 1 Oktober 2024.

Meski kekuatan besar dan jenis produksi ekonominya beragam, lanjut Wamenkominfo, tantangan yang dihadapi para pembuat konten berbeda-beda, salah satunya adalah hak kekayaan intelektual (HAKI).

Nezar Patria mengatakan platform digital memiliki kemampuan untuk mendistribusikan konten sesuai minat audiensnya sehingga menjangkau lebih banyak orang.

Namun peningkatan jumlah pendengar, dalam kinerja layanan platform, tidak serta merta meningkatkan pendapatan bisnis perusahaan media tersebut.

Oleh karena itu, ia menekankan adanya prinsip penting untuk memberikan keadilan ekonomi kepada perusahaan media dan platform digital.

Selain itu, hadirnya Peraturan Presiden tentang Hak Penerbit juga bertujuan untuk memastikan bahwa informasi yang disebarkan di platform digital adalah informasi yang baik.

“UU Hak Cipta Presiden hadir sebagai kebijakan untuk menjamin industri informasi nasional, salah satu tujuannya adalah untuk memberikan level playing field antara perusahaan platform digital dan perusahaan penerbitan dalam bidang usaha atau yang kita sebut dengan fair field,” tuturnya. . katanya.

Di bidang kekayaan intelektual, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta pada Pasal 43 mendefinisikan pengambilan informasi yang sebenarnya, baik seluruhnya maupun sebagian, dari organisasi berita, stasiun penyiaran dan surat kabar, atau sumber lain yang sejenis.

Wamenkominfo menegaskan, tindakan tersebut tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta sepanjang sumber informasinya diungkapkan secara lengkap.

“Pasal ini mungkin lemah, yaitu tidak diambil manfaatnya hak ekonomi media sebagai sebuah profesi, sehingga berdampak pada kekuatan perusahaan media atau kelangsungan hidup perusahaan media,” kata Nezar Patria.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *