Ketua Umum AMI: Pendidikan Indonesia Perlu Kembali ke Ajaran Ki Hajar Dewantara

JAKARTA, VIVA – Ketua Asosiasi Museum Indonesia (AMI) Putu Supadma Rudana menilai dunia pendidikan Indonesia saat ini kurang ditanggapi serius oleh pemerintah dan pemerintah untuk mendukung penuh ide besar Ki Hajar Dewantara.

Menurutnya, gagasan pokok Ki Hajar Dewantara adalah membangun Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922 sebagai lembaga atau lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan kebudayaan secara utuh kepada anak-anak atau masyarakat.

Demikian sambutan Putu Rudana, Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI periode 2019-2024 dengan tema ‘Bedah Budaya Indonesia’ di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta. beberapa waktu lalu .

“Buktinya jelas, tidak boleh ada diskriminasi dalam dunia pendidikan, semua orang harus mempunyai hak yang sama. Di sini saya sampaikan bahwa pendidikan adalah hak asasi manusia yang harus dipenuhi oleh negara. “Pendidikan bukan sekedar mengejar angka, tapi bisa membangun semangat khusus yang unik,” kata Putu dalam pidatonya, Kamis, 3 Oktober 2024.

Menurut Putu, para founding fathers, salah satunya Ki Hajar Devantara, mempunyai pemikiran visioner untuk menjadikan kehidupan di negara lebih cerdas. Artinya, tidak hanya kecerdasan intelektual saja, tetapi juga kecerdasan dalam konteks budaya secara umum. Oleh karena itu, ia memandang Taman Aiswa sedang membangun generasi yang lebih baik dari generasi sekarang yang harus dibangun dan ditegakkan.

“Pendidikan ilmu itu penting sekali, tapi pendidikan emosi dan spiritual juga harus bijak. Kadang kita pernah mendengar tentang motivasi, IQ, EQ, SQ. Ini Ki Hajar Devantara, sudah ada sejak lama, jadi Ki Hajar Devatara Artinya “berpikir”. Tamansis sudah lama mengetahui bahwa akal saja tidak cukup, harus dirasakan, harus spiritual,” jelasnya.

Oleh karena itu Putu mengatakan bahwa pendidikan merupakan unsur yang sangat penting bagi eksistensi dan keberlanjutan suatu negara, serta merupakan bagian dari maju atau mundurnya suatu negara. Oleh karena itu, menurutnya, kondisi sumber daya manusia (SDM) perlu ditingkatkan karena sumber daya manusia merupakan modal utama dalam membangun suatu negara dan negara.

“Pekerja tidak hanya maju dalam pengetahuan fisik (ilmu pengetahuan), tetapi juga kecerdasan emosional dan spiritual. Ini yang dibutuhkan Indonesia ke depan,” ujarnya.

Putu mengatakan, pantas jika kita meninjau kembali pandangan Ki Hajar Dewantara, bapak pendidikan Indonesia dan pendiri Taman Siswa. Pendidikan Ki Hajar Dewantara merupakan pendidikan holistik yang mengembangkan peserta didik menjadi manusia seutuhnya budi, emosi, jiwa, olah raga melalui pemanfaatan peserta didik dalam lingkungan yang penuh keterbukaan, kebebasan dan kebahagiaan. .

Ki Hajar Devantara juga menekankan pentingnya guru terlibat dalam budaya untuk membantu siswa memahami dan menghargai warisan negara. “Hal ini dapat meningkatkan jati diri dan kebanggaan serta memperjelas tradisi lokal,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Putu menjelaskan pentingnya mengedepankan pemahaman sejarah secara utuh dalam kaitannya dengan pendidikan khusus. Kompeten sepenuhnya dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, emosional dan spiritual.

Sebagai Ketua Umum Persatuan Museum Indonesia, Putu ingin mengajak masyarakat tidak hanya mengunjungi museum, tapi juga belajar budaya. Menurutnya, museum itu benar-benar sebuah sekolah. Sedangkan kebudayaan dan seni akan langgeng selama negara mengetahui dan memahaminya.

“Mengambil inti ilmu yang ada dan disesuaikan dengan kebutuhan saat ini. Pengetahuan lokal dan kearifan lokal kita sangat relevan dalam lingkungan internasional saat ini. “Inilah yang kearifan lokal merambah ke aktivitas global,” tuturnya.

Selain itu, para ketua juga berharap dapat menggaungkan ide-ide besar Ki Hajar Devantara untuk pendidikan internasionalisme atau multilateralisme. Memang ide besar yang sifatnya sangat luas ini mendorongnya ke tingkat tertinggi pertemuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Padahal, Ki Hajar Devantara memerlukan diplomasi untuk berpendapat agar gagasannya bisa diapresiasi dunia, ujarnya.

“Mereka harusnya tahu bahwa ada Ki Hajar Devantara yang seharusnya memenangkan Hadiah Nobel, ini tanggung jawab kita. Kita belum memenangkan Hadiah Nobel, banyak negara lain yang sudah.” Tapi yang harus berjuang untuk mendapatkan dunia adalah peraih Nobel Indonesia Ki Hajar Devantara,” jelas Putu.

Menurutnya Ki Hajar Devantara mempunyai banyak peluang untuk meraih Hadiah Nobel. Tinggal, kata dia, bagaimana pemerintah atau negara berargumentasi melalui jalur internasional.

“Saya lihat kriteria dia untuk meraih Nobel sangat besar. Tapi kemampuan kita mungkin negara atau pemerintah belum mencapainya. Jadi mungkin kita harus membantu. Kalau kita punya mimpi, ada orang di negara yang akan melakukannya. dapatkan. Raih Nobel, duduk sejajar dengan bangsa lain Ki Hajar Devantara untuk meraih Hadiah Nobel dunia, ”kata Putu.

Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) didirikan pada tahun 1955 di Daerah Istimewa Provinsi Yogyakarta. Universitas ini didedikasikan untuk kemajuan pendidikan tinggi Catur Dharmya dan pengembangan pendidikan kemandirian, kemandirian dan nasionalisme sesuai gagasan pendiri UST, Ki Hadjar Dewantara yang dikenal sebagai bapak pendidikan Indonesia.

Taman Siswa (Taman artinya tempat bermain atau belajar dan Siswa artinya murid) adalah nama sekolah yang didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara pada tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta. 

Saat pertama kali didirikan, sekolah Taman Siswa diberi nama “Institut Onderwij Nasional Taman Siswa”, yang merupakan realisasi dari gagasan Devantara bersama teman-teman dari desa Sloso Kliwon. Sekolah Taman Siswa saat ini berlokasi di gedung Ibu Pawiyatan (Majelis Luhur) di Jalan Taman Siswa, Yogyakarta dan memiliki 129 cabang sekolah di berbagai kota di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *