Manado – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) bekerja sama dengan TNI Angkatan Laut menggelar lomba perahu layar pada Minggu, 24 September 2023 di Manado, Sulawesi Utara.
Sri Sugiharta, Direktur Balai Konservasi Alam Sulut, mengatakan Manado dipilih sebagai tempat lomba karena pada awalnya merupakan tempat penghasil rempah-rempah.
“Secara historis, daerah yang sekarang bernama Sulawesi Utara ini dulunya merupakan bagian dari jalur rempah-rempah. Tentu saja, alat transportasi masyarakat Sulawesi dulunya adalah dengan menggunakan perahu. sejarah manusia modern dan kejayaan nenek moyangnya,” kata Sri dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin, 25 September 2023.
Mengangkat isu keberlanjutan, perlombaan perahu layar diadakan dengan tujuan untuk mendorong para nelayan agar kembali menggunakan layar sebagai penggerak kapalnya.
Adapun harapannya, Sri menjelaskan, meski saat ini stok pemancing sudah tidak lagi mencari bumbu, namun ia berharap dengan adanya kompetisi ini pengetahuan dan keterampilan perahu layar tetap terjaga di kalangan pemancing.
“Salah satu caranya adalah dengan siap mewariskan ilmu dan keterampilan perahu tradisional kepada anak cucu serta generasi muda lainnya.” kata Sri
Sri berharap kompetisi ini sangat penting dalam mengenalkan ilmu warisan budaya dan teknologi kepada generasi muda pada khususnya dan masyarakat Sulut pada umumnya.
Pada acara yang sama, Kurator Program Cultural Goodwill Spice Route 2023 Adi Vikaksono mengatakan, kompetisi ini digelar sebagai upaya untuk menciptakan kesadaran terhadap biota laut yang tidak bisa dipisahkan dari Spice Route.
Adi menjelaskan, hingga saat ini banyak nelayan yang beralih ke mesin tempel yang bahan bakarnya solar, sehingga biaya melaut sangat tinggi dan tidak ramah lingkungan.
Dengan adanya acara ini, lanjut Adi, kami ingin mengajak dan mendorong para nelayan untuk menggunakan layar, karena lebih hemat dan ramah lingkungan, karena layar digerakkan oleh angin.
Lebih detailnya, kompetisi tersebut diikuti oleh 140 nelayan dengan 70 perahu. Pemenangnya adalah Kelompok Nelayan Malalayang, Kelompok Nelayan Bahu, Kelompok Nelayan Megamas, Kelompok Nelayan Karangria, Kelompok Nelayan Maasing dan Kelompok Nelayan Molas.
Perahu nelayan yang dipertandingkan dalam kompetisi ini ada dua jenis, yaitu perahu kayu dan perahu fibreboard/veneer.
Rute larinya dimulai dari Pantai Karangria, menuju Bunaken dan kembali lagi ke Pantai Karangria sebagai garis finish. Estimasi waktu lomba adalah tiga jam mulai pukul 09.00 WITA.
Hadiah akan diberikan kepada enam peserta tercepat dari lima kategori, serta hadiah uang tunai sebesar Rp 220.000.000.
Sepekan sebelum perlombaan perahu layar, acara budaya bertema “Pertemuan Nelayan Berpengalaman Berlayar Panjang Umur di Laut” juga digelar di Pantai Karangria di Grand Luley Manado, Sulawesi Selatan.
Dari segi budaya, ada 100 nelayan lokal yang terpilih dari 1.500 nelayan lokal. Ada dua subjudul yang menjadi bahan pembahasan.
Pertama, topik kecil “Kehidupan Laut Berkelanjutan dalam Aspek Lingkungan dan Budaya untuk Nelayan Lokal dan Peningkatan Ekonomi Berbasis Pelayaran Ramah Lingkungan” oleh Dahri Dahlan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman (UNMUL). ) Samarinda adalah seorang penulis yang memiliki passion terhadap pendidikan, penelitian, seni, sastra, budaya dan lingkungan.
Topik kedua, “Using Art: Indigenous Wisdom, Knowledge, and Modern Technology” diketuai oleh Alex John Ulaen, sosiolog dan peneliti swasta dari Pusat Kajian Masyarakat Adat dan Budaya Maritim Yayasan MARIN CRC Manado.
Dalam diskusi tersebut juga terjadi pertukaran peristiwa dan kisah sukses para nelayan Sulut dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang mereka hadapi di industri perikanan dan di laut melalui budaya.
Di akhir perbincangan budaya, dilakukan penyerahan perahu secara simbolis kepada perwakilan nelayan.