Kamu Gen Z, tapi Tidak Percaya Diri? Waktunya Kenali dan Atasi Impostor Syndrome!

VIVA – Pernahkah Anda mengalami sindrom penipu? Perasaan tidak pantas atas pencapaian yang Anda peroleh dan menganggap kesuksesan yang Anda raih hanyalah sebuah kebetulan belaka. Bukan sekedar perasaan, fenomena ini kerap meresahkan banyak anak muda, terutama generasi ketujuh, yang tumbuh di bawah tekanan media sosial dan tingginya ekspektasi di sekitar mereka. Jika Anda melihat postingan teman yang tampak sempurna, Anda mungkin merasa tidak mampu atau tersisih. Kekhawatiran dan ketakutan akan persetujuan orang lain dapat membedakan Anda, meskipun Anda telah mencapai banyak hal.

Namun, Anda tidak sendirian dalam perjuangan ini. Di balik setiap kesuksesan, banyak orang yang merasakan hal tersebut. Artikel ini akan membantu Anda mengenali tanda-tanda imposter syndrome dan memberikan langkah konkrit untuk mengatasinya. Dengan memahami dan mengelola emosi tersebut, Anda dapat mulai merayakan keberhasilan Anda, menghargai upaya yang telah Anda lakukan, dan membangun rasa percaya diri yang kuat untuk menghadapi tantangan berikutnya. Diakui sindrom penipu, apakah Anda terlibat?

Imposter syndrome merupakan suatu kondisi psikologis dimana seseorang merasa tidak layak atau tidak layak atas kesuksesan yang diraihnya, padahal sudah jelas pencapaiannya. Dr. Valerie Young, pakar psikologi imposter syndrome, menjelaskan bahwa orang yang mengalami sindrom ini sering kali merasa seperti “penipu” yang bisa dilacak kapan saja. Mereka merasa bahwa kesuksesan yang diraihnya bukanlah hasil dari kemampuan yang dimilikinya, melainkan hanya keberuntungan saja.

Bagi Gen Z, peristiwa ini mungkin terasa sangat dekat. Anda sering merasa melakukan sesuatu yang salah, bahkan ketika Anda sedang bekerja keras. Media sosial juga menambah beban dengan menunjukkan kehidupan “sempurna” orang lain, sehingga membuat Anda semakin merasa terputus. Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam International Journal of Behavioral Science, lebih dari 70% orang pernah mengalami sindrom penipu setidaknya sekali dalam hidup mereka. Kondisi ini sering kali terjadi tanpa Anda sadari, dan pada akhirnya mengganggu rasa percaya diri serta prestasi Anda dalam berkarir atau mengenyam pendidikan. Jika tidak diatasi, perasaan tersebut dapat menghambat potensi Anda dan mengurangi rasa bahagia dalam hidup Anda

Sindrom penipu adalah masalah yang lebih umum dialami oleh Gen Z. Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap perasaan tidak berharga ini:

Tekanan dari media sosial

Setiap kali Anda membuka Instagram, TikTok, atau LinkedIn, Anda mungkin melihat teman-teman yang tampak sukses. Pekerjaan impian, kelancaran bisnis atau kehidupan bahagia yang mereka rencanakan akan membuat Anda merasa tersisih. Faktanya, media sosial sering kali hanya menampilkan bagian terbaiknya saja, bukan keseluruhan kebenarannya. Standar pendidikan dan karir yang tinggi

Sejak kecil, banyak Gen Z yang tumbuh dengan ekspektasi tinggi terhadap keluarga atau lingkungannya. Anda mungkin merasa harus selalu sukses, dan ketika Anda tidak mampu memenuhinya, perasaan tidak berharga akan muncul. Kegagalan bukanlah suatu pilihan, dan itu membuat tekanan semakin besar.  Kurangnya otentikasi

Meski sudah bekerja keras, terkadang apresiasi dari orang lain terasa sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. Jika usaha Anda tidak disadari, baik secara eksternal maupun internal, Anda akan mulai meragukan kemampuan Anda dan merasa bahwa Anda tidak cukup baik.  Pengaruh keluarga dan teman

Perbandingan dengan teman sebaya atau saudara seringkali menjadi faktor penyebabnya. Komentar seperti “Lihat A sudah berhasil” dapat membuat Anda merasa tidak bisa, bahkan ketika Anda mencobanya. Efek negatif dari sindrom penipu: mengapa Anda harus berhati-hati?

Imposter syndrome bisa menyerang siapa saja, terutama kita yang seringkali merasa tidak layak atau tidak layak atas apa yang telah kita capai. Jika dibiarkan, sindrom ini bisa berdampak serius pada kesehatan mental dan produktivitas. Berikut beberapa dampak negatif yang harus diwaspadai:  Harga diri berkurang drastis

Merasa bahwa pencapaian Anda “tidak disengaja” atau “hanya beruntung” dapat melemahkan rasa percaya diri Anda. Saat perasaan ini muncul, Anda mungkin ragu untuk mencoba hal baru atau menerima tanggung jawab yang lebih besar. Lama kelamaan karir atau kemajuan Anda akan terhambat.  Terlalu banyak bekerja atau menunda-nunda

Sindrom penipu menyebabkan sebagian orang kesulitan untuk “membuktikan diri”, padahal sebenarnya mereka cukup mampu. Di sisi lain, ada juga yang memilih menunda pekerjaan karena takut hasilnya tidak sempurna. Kedua hal yang berlebihan itu tidak sehat dan menguras energi mental Anda.  Kesehatan mental dipertaruhkan

Tekanan terus-menerus untuk merasa berharga atau khawatir akan terbongkarnya “kebohongan Anda” dapat menyebabkan stres dan kecemasan yang berlebihan. Jika tidak ditangani, kondisi ini bisa berubah menjadi depresi, kelelahan, atau bahkan gangguan kecemasan yang lebih serius. Menjaga kesehatan mental sangat penting untuk menjaga kekuatan dan produktivitas.  Sulit untuk menikmati kesuksesan

Bahkan jika Anda mencapai hal-hal besar, sindrom penipu membuat Anda sulit menikmatinya. Ucapan selamat atau pujian dari orang lain terasa dibuat-buat dan bersifat sementara, karena Anda merasa itu bukan hasil dari kemampuan Anda. Akibatnya, Anda terus meragukan diri sendiri dan merasa tidak cukup baik. Cara Menghindari Sindrom Imposter Gen Z

Banyak di antara kita, khususnya Generasi Z, yang terjebak dalam sindrom ini. Mungkin karena tekanan sosial yang besar atau ekspektasi yang tinggi dari lingkungan. Namun jangan khawatir, ada banyak langkah yang dapat Anda ambil untuk menghindari sindrom penipu dan mulai menyambut kesuksesan Anda dengan bangga. Dilansir dari laman resmi Mitra Kalwarga, berikut cara menghindari sindrom penipu:  Ubah pola pikir Anda dari perfeksionis menjadi progresif

Seringkali, kita terjebak dalam pemikiran bahwa segala sesuatu harus sempurna. Padahal, yang lebih penting adalah fokus pada kemajuan, bukan pada hasil akhir. Kesalahan adalah hal yang wajar dan merupakan bagian dari proses pembelajaran. Dengan pola pikir ini, Anda bisa lebih santai menerima hasil yang Anda capai.  Hadiahi diri Anda sendiri

Kita sering lupa memberi penghargaan pada diri kita sendiri. Padahal, setiap usaha dan hasil yang Anda capai patut dirayakan, sekecil apa pun. Menghargai diri sendiri bukan berarti harus menjadi masalah besar, kok. Hal ini bisa berupa hal sederhana seperti menyantap makanan favorit, bersantai sambil menonton film yang Anda sukai, atau bahkan memberi diri Anda waktu untuk bersantai tanpa merasa bersalah. Dengan menciptakan penghargaan pada diri sendiri, Anda mengingatkan diri sendiri bahwa Anda pantas mendapatkan apa yang telah Anda capai, dan itu bukan sekadar kebetulan.  Orang yang dipercaya: jangan menyimpannya sendiri

Terkadang pikiran negatif terasa lebih besar saat kita menyembunyikannya. Inilah sebabnya mengapa ventilasi sangat penting. Bagikan perasaan Anda dengan teman, keluarga, atau guru yang Anda percaya. Mereka dapat memberikan perspektif obyektif yang mungkin tidak Anda lewatkan.

Mempercayai orang lain membuat Anda sadar bahwa apa yang Anda alami adalah hal yang normal dan bukan sesuatu yang harus Anda hadapi sendirian. Terkadang, mendengar seseorang berkata, “Kamu hebat”, bisa membuat Anda merasa lebih baik dan lebih percaya diri. Jangan ragu untuk meminta dukungan dari orang-orang terdekat Anda!  Mengelola pikiran negatif melalui self-talk positif

Ketika perasaan “tidak berharga” muncul, cobalah melawannya dengan self-talk positif. Ingatkan diri Anda bahwa Anda bekerja keras, dan hasil yang Anda peroleh adalah hasil kerja keras, bukan sekadar keberuntungan.

Dengan menulis kamu akan lebih memahami bahwa kamu telah melalui banyak hal untuk sampai pada posisi kamu saat ini. Mulailah dengan sesuatu yang sederhana seperti, “Saya bekerja keras untuk ini”, atau “Saya membutuhkan ini”. Seiring berjalannya waktu, pikiran negatif akan tergantikan dengan pola pikir yang lebih positif.  Latih perhatian penuh, fokus pada saat ini

Seringkali kita terjebak dalam penyesalan terhadap masa lalu atau kekhawatiran terhadap masa depan. Hal ini dapat menimbulkan perasaan penipu. Mindfulness membantu Anda fokus pada momen saat ini, dan menikmati prosesnya tanpa terjebak dalam kesalahan masa lalu atau tekanan di masa depan.  Ketahui kekuatan dan kelemahan Anda

Salah satu cara membangun rasa percaya diri adalah dengan mengenal diri sendiri. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu, penting untuk merangkul dan menggunakan kekuatan Anda sambil mengatasi kelemahan Anda.

Dengan memahami siapa diri Anda, Anda bisa lebih realistis dalam mengevaluasi pencapaian Anda. Tak perlu keras pada diri sendiri, karena setiap orang punya caranya masing-masing. Dengan begitu, Anda akan lebih percaya diri menerima dan menikmati kesuksesan Anda. Nikmati kesuksesan Anda dan jangan ragu untuk merayakannya

Terlalu sibuk untuk mencapai tujuan selanjutnya bisa membuat kita lupa menikmati hasil yang telah kita capai. Memang, menikmati kesuksesan itu penting! Cobalah untuk mengenali dan menikmati kesuksesan Anda tanpa merasa bersalah.

Kesuksesan bukan sekedar pencapaian besar. Bahkan hal-hal kecil pun harus dirayakan. Saat Anda menikmati momen kesuksesan tersebut, Anda akan merasa lebih bangga pada diri sendiri dan menghadapi tantangan berikutnya dengan lebih percaya diri.

Sindrom penipu tidak jarang terjadi, terutama bagi generasi ke-7 yang hidup di zaman yang penuh tekanan sosial dan ekspektasi tinggi. Namun, dengan mengenali tanda-tandanya dan mengambil langkah untuk mengatasi perasaan tersebut, Anda dapat membangun harga diri yang lebih baik dan bahagia dengan kesuksesan apa pun yang Anda raih. Ingat, Anda berhak sukses, dan tidak ada alasan untuk merasa sebaliknya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *