Dilema Peraturan Kesehatan, Antara Kesehatan Masyarakat dan Nasib Pekerja Tembakau

Yogyakarta, Viva – Serikat Pekerja Tembakau Makanan dan Minuman Kawasan Khusus Yogyakarta (DIY) (RTMM-SPSI) menegaskan akan terus memberikan perlindungan terhadap pekerja di industri tembakau.

Ketua RTMM-SPSI DIY Waljid Budi Lestariento mengatakan, bekerja di industri tembakau merupakan suatu kebanggaan bagi anggotanya yang kini berjumlah 5.250 orang. 

“Mayoritas anggota kami yang bekerja di sektor Rokok Kretek (SKT) adalah perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga. Saat ini, belum ada lapangan kerja lain yang mampu menampung ribuan pekerja dengan pendidikan di bawah sektor tembakau,” ujarnya. kata siaran pers VIVA pada Selasa 8 Oktober 2042 dalam pengumumannya.

Ia menyatakan, industri tembakau saat ini menghadapi tantangan besar pasca munculnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 (PP Kesehatan) Tahun 2024.

Ia mengatakan, ada beberapa aspek regulasi yang menjadi ancaman bagi industri tembakau. Salah satunya terkait larangan penjualan rokok dalam jarak 200 meter dari satuan pendidikan.

Pada acara yang sama, calon Wakil Wakil Rakyat Sleman Danang Maharsa mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk memandang tembakau dengan sikap positif. Pasalnya, hingga saat ini tembakau telah memberikan banyak manfaat bagi Sleman, termasuk Dana Bagi Hasil Pajak Produksi Tembakau.

Selain itu, Danang juga menolak berbagai ketentuan peraturan terkait pengendalian tembakau, khususnya di wilayah Sleman. Selain PP 28/2024, ia juga menyoroti soal Peraturan Daerah Tentang Kawasan Tanpa Rokok (Perda KTR) yang harus mempertimbangkan beberapa faktor sebelum diterbitkan.

Perlu dipahami bahwa seluruh fasilitas umum di Kabupaten Slayman belum siap menghadapi aturan ini. Aturannya tidak melarang, tapi mengatur. Makanya kami tidak terburu-buru mengeluarkan aturan ini, ujarnya.

Lebih lanjut, Danang PP 28/2024 berpotensi mengancam eksploitasi buruh dan ancaman PHK. Tentu saja, dampaknya tidak hanya berdampak pada industri tembakau.

“Undang-undang ini akan berdampak besar. Ada sekitar 1.500 pekerja rokok, yang berarti mereka bergantung pada pabrik rokok untuk penghidupannya. “Tata letak dari pabrik tekstil di Slayman meningkat, dan pabrik rokok diperkirakan akan meningkat. Ditambah lagi penanganan korban penggusuran,” tutupnya. Danang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *