Jakarta, Titik Kumpul – Guru Besar Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran (FKG Unpad), Prof. Amalia, MD, MSc, PhD menjelaskan temuan penelitian mengenai penggunaan produk tembakau untuk kesehatan gusi dan jaringan.
Penelitian bertajuk Smile Study, hasil kolaborasi Unpad dan Center of Excellence for Poverty Research (CoEHAR) dari University of Catania Italia, menunjukkan fakta bahwa masyarakat perokok beralih ke produk tembakau lain, seperti rokok elektrik, memanaskan produk tembakau, dan kantong nikotin, membawa perbaikan pada gusi dan jaringan.
“Produk tembakau lain seperti rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan masih menghasilkan nikotin tanpa colokan atau sambungan tanpa pengantaran nikotin. Tidak adanya perangkat elektronik seperti TAR dan bahan kimia mengurangi risiko produk ini hingga 90 persen.” Profesor Amalia dari Podcast Penelitian dan Pengembangan Universitas Padjadjaran (HaRD Talk) dengan topik “Kesehatan Gusi dan Jaringan Pendukung Mulut pada Perokok vs. Pengguna Rokok Elektrik” di YouTube.
Profesor Amalia mengungkapkan fokus penelitian senyuman adalah pada perokok, pengguna produk tembakau yang sudah berhenti merokok, dan bukan perokok pada rentang usia 18-45 tahun. Mari kita lanjutkan melalui kalimat lengkap di bawah ini.
Penelitian ini diuji pada 15 peserta dalam uji coba selama 18 bulan. Tujuannya adalah untuk membandingkan hasil rongga mulut pada setiap kelompok eksperimen.
Perbedaan pertama pada penelitian ini terdapat pada bagian gusi. Hal ini disebabkan gusi perokok tampak hitam akibat penyempitan pembuluh darah. Kedua, penumpukan plak meningkatkan risiko kerusakan gigi.
Plak merupakan kumpulan bakteri yang menempel pada gigi. Ketiga, tingkat antioksidan. Yang keempat tanda patah tulang.
Profesor Amalia menjelaskan, perokok lebih rentan mengalami kerusakan gigi. Perbedaan kelima adalah penanda peradangan yang merupakan faktor risiko penyakit jantung.
“Lebih bagus warna giginya. Perokok suka kalau giginya hitam atau kuning. Dengan bergerak, giginya jadi lebih bersih,” ujarnya.
Juga, Prof. Amalia menjelaskan, hasil penelitian menunjukkan produk tembakau lain berhasil mengurangi risiko terkait rokok.
Orang yang menggunakan produk tembakau lain yang mengubah kebiasaannya merasakan tingkat tanda kerusakan gigi yang lebih rendah. Artinya penyakit di dalam tubuh juga berkurang.
“Pada orang yang melakukan vape, plak pada giginya juga berkurang dibandingkan mereka yang terus merokok. Giginya juga bersih, berbeda dengan perokok yang giginya berwarna hitam atau kuning menambahkan. “Tes.”
Antioksidan berkurang ketika tubuh terpapar radikal bebas. Profesor Amalia mengatakan rokok mengandung radikal bebas tingkat tinggi sehingga mengurangi sifat anti inflamasi pada perokoknya.
Sedangkan mereka yang beralih ke produk tembakau lain mengalami peningkatan antioksidan. Dengan hasil kajian senyum tersebut, Prof. Amalia mengatakan, hal terbaik bagi perokok adalah berhenti merokok.
Namun, kita harus memahami bahwa banyak orang yang merokok tidak bisa berhenti total. Oleh karena itu, kita bisa menawarkan alternatif pilihan dari merokok ke rokok lain, tambahnya.
Kedepannya Prof. Amalia berharap pemerintah dan pengambil kebijakan mempertimbangkan temuan penelitian lokal dalam mengembangkan kebijakan, terutama terkait penggunaan produk tembakau lain untuk mengurangi risiko merokok.
Selain untuk tujuan kesehatan masyarakat, temuan penelitian juga dapat digunakan untuk mengembangkan kebijakan berdasarkan fakta atau bukti.
Ia menutup pidatonya dengan mengatakan: “Produk tembakau lainnya tidak bisa disamakan dengan rokok. Risikonya lebih rendah. Oleh karena itu, jangan memasukkannya ke dalam keranjang yang sama dengan rokok karena risikonya berkurang 90% dengan membelinya.”