Jakarta, Titik Kumpul – Kandidat penguasa Mesuji Elfiana Khamami memanaskan ruang diskusi publik setelah pernyataan kampanyenya menyinggung soal agama dan janji surga kepada umat pilihannya.
Dalam kampanyenya, Elfiana yang merupakan calon penguasa sekunder menyatakan bahwa konstituennya akan menerima syafaat Rasulullah di hari kiamat.
Insya Allah Bu, esok hari dalam hidup, kita bisa berpikir bahwa manusia akan menerima kembali alasan kehancuran, namun justru kita akan dipanggil dan diterima oleh Rasulullah sallahu alaihi wasallam, kata Elfiana berbicara tentang masa depannya. diri sendiri pemilih
Elfiana juga menjelaskan proyek terpentingnya, yaitu menyantuni anak yatim piatu. Semoga dia beriman melalui tujuan ini orang-orang yang memilihmu akan dijanjikan tempat di surga.
“Kemarin kita dipanggil wahai Mesuji, orang yang memilih bilangan biner, ikutlah bersama kita, karena yang nomor dua dukung program anak yatim, ikut aku ke surga, nanti kita bersama,” lanjut Politika.
Janji-janji yang bernuansa keagamaan seringkali digunakan dalam konteks politik untuk menarik perhatian dan simpati pemilih. Bagaimana Islam memandang hal ini?
Dalam pandangan Islam, surga adalah kehendak Allah SWT. Hanya Allah yang berhak memutuskan siapa yang berhak masuk surga sesuai dengan amalnya di dunia ini. Hal ini ditegaskan dalam surat Al-Ma’idah ayat 18 dimana Allah berfirman surga diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki dan keputusan-Nya tidak dapat ditolak.
Dan (Yahudi dan Nasrani) berkata: “Kami adalah anak-anak Allah dan Yang Maha Kekasih.” Katakanlah: Jika kamu benar-benar anak-anak Allah dan kekasih-Nya, mengapa Dia menzalimi kamu karena dosa-dosamu? orang-orang yang dikehendaki-Nya. Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan surga dan apa yang ada di antara keduanya, dan kepada-Nyalah kamu kembali.
Ayat ini menegaskan segala hak untuk memaafkan atau menghukum sesuai kehendaknya, dan kepadanya semua makhluk akan kembali. Janji surga dalam politik bisa saja bohong.
Menjanjikan sesuatu yang di luar kendali, seperti surga, bisa dianggap sebagai kebohongan atau kepalsuan.
Dalam konteks ini, Allah SWT melarang manusia berbohong, khususnya soal agama. Dalam surat Al-An’am ayat 93, Allah mengingatkan kita bahwa pernyataan yang benar tidak boleh menyesatkan.
“Siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah atau mengatakan: “Telah diwahyukan kepadaku”, padahal belum ada wahyu yang diturunkan kepadanya, dan orang yang mengatakan: “Aku akan menurunkan wahyu seperti Allah. terungkap Jika kamu melihat orang fasik dipaksa mati, dan para malaikat mengulurkan tangannya (berkata), cabutlah jiwamu. Hari ini kamu akan dibalas dengan siksa yang keji karena kamu mengucapkan kata-kata palsu yang menentang Allah dan menyombongkan diri dalam ayat-ayat-Nya. (QS Al-An’am:93).
Oleh karena itu, pendapat Elfianah Khamami kini menjadi sorotan bukan hanya karena penggunaan agama dalam politik, tetapi juga karena implikasi moral dan etika yang dijanjikannya kepada masyarakat.