JAKARTA, Titik Kumpul – Dekarbonisasi menjadi agenda global yang semakin mendesak seiring meningkatnya dampak perubahan iklim di seluruh dunia. Proses ini mengacu pada pengurangan karbon dioksida (CO₂) dan emisi gas rumah kaca lainnya di berbagai sektor seperti industri, transportasi dan energi.
Dekarbonisasi sangat penting untuk mencapai tujuan nol emisi dan mengurangi pemanasan global, yang dapat merusak ekosistem dan mempengaruhi kehidupan masyarakat di berbagai belahan dunia. Gulir terus.
Dekarbonisasi diperlukan untuk mengurangi konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer yang merupakan penyebab utama pemanasan global. Fenomena ini menyebabkan suhu bumi meningkat, es di kutub mencair, permukaan air laut naik, dan perubahan cuaca ekstrem.
Jika perubahan iklim tidak segera diatasi, maka akan berdampak negatif pada banyak aspek kehidupan, termasuk ketersediaan pangan, kesehatan masyarakat, dan stabilitas ekonomi. Oleh karena itu, banyak negara di dunia, termasuk Indonesia, melakukan dekarbonisasi untuk menjaga lingkungan yang lebih sehat dan berkelanjutan untuk generasi mendatang.
Sebagai pusat manufaktur global dan salah satu kawasan ekonomi dengan pertumbuhan tercepat, kawasan Asia-Pasifik merupakan kawasan penting dalam upaya dekarbonisasi. Karena populasinya yang besar dan aktivitas ekonomi yang besar, wilayah ini menghasilkan emisi atmosfer yang signifikan. Namun, hal ini juga berarti bahwa upaya dekarbonisasi di kawasan Asia-Pasifik dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap upaya mitigasi perubahan iklim global secara keseluruhan.
Konferensi Pembangunan Bangsa tahun 2024 yang baru-baru ini diselenggarakan di Jakarta merupakan contoh nyata upaya bersama untuk mempercepat dekarbonisasi di kawasan Asia-Pasifik. Acara yang merupakan inisiatif keberlanjutan Grup Bentoel bekerja sama dengan Dewan Pembangunan Berkelanjutan Bisnis Indonesia (IBCSD) ini diselenggarakan dengan tema “Solidaritas dalam Aksi: Percepatan Dekarbonisasi di Kawasan Asia-Pasifik”.
Konferensi ini mempertemukan berbagai tokoh penting dari pemerintah, sektor swasta dan lembaga internasional untuk membahas strategi bersama untuk mencapai tujuan net zero.
Pada konferensi tersebut, Diana Vidyanarti, Direktur Urusan Korporasi dan Regulasi Bangun Bangsa dan Bentoel Group, menekankan pentingnya kolaborasi pemangku kepentingan dalam mencapai masa depan yang lebih berkelanjutan.
“Masa depan yang berkelanjutan bagi manusia dan bumi memerlukan upaya bersama untuk mengatasi berbagai tantangan, baik lokal maupun regional,” katanya.
“Penting bagi kita untuk bersatu dan menyatukan suara berbagai pemangku kepentingan untuk bekerja sama dalam tindakan berbasis solusi. “Ini adalah titik awal untuk mendorong perubahan yang lebih cepat dan bermakna,” lanjutnya.
Upaya dekarbonisasi di kawasan Asia-Pasifik menghadapi berbagai tantangan, termasuk perubahan kebijakan, investasi pada teknologi ramah lingkungan, dan pengembangan energi terbarukan. Salah satu tantangan terbesarnya adalah menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan kebutuhan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Banyak negara di kawasan Asia-Pasifik masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil untuk mendukung industri dan energi. Oleh karena itu, transisi menuju energi ramah lingkungan memerlukan investasi besar dan kebijakan yang mendukung inovasi.
Namun, di balik tantangan tersebut terdapat peluang yang sangat besar. Kawasan Asia-Pasifik mempunyai potensi memiliki sumber energi terbarukan yang sangat melimpah seperti energi surya, angin, dan panas bumi yang dapat menjadi sumber energi alternatif dalam jangka panjang. Dengan investasi yang tepat dan dukungan politik yang kuat, kawasan ini dapat menjadi pusat inovasi teknologi rendah emisi. Inisiatif seperti Nation Building Conference menyediakan platform untuk menyatukan berbagai pihak untuk menemukan solusi bersama.
Seperti disampaikan Diana Vidyanarthi dalam konferensi tersebut, keberhasilan upaya dekarbonisasi sangat bergantung pada kerja sama dan komitmen semua pihak. Dekarbonisasi tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, namun juga merupakan tindakan aktif sektor swasta, lembaga internasional, masyarakat sipil, dan individu.