Sering Dikira Mualaf, Jordi Onsu Ungkap Pantang Konsumsi Babi

Jakarta, Titik Kumpul –  Jordi Onsu membahas pandangannya tentang masalah agama, kebiasaan hidup, dan toleransi. Sambil menanggapi berbagai komentar masyarakat, termasuk yang mempertanyakan keputusannya mengangkat isu agama yang bertentangan dengan keyakinannya sendiri.

Jordi pun menceritakan pengalamannya bertemu dengan seorang pendeta yang pernah bercanda tentang kesalahpahaman sebagian orang tentang agama Kristen. Menurut pendeta tersebut, dalam agama Kristen tidak ada larangan minum air sadah dan diperbolehkan minum anggur

Namun, Jordi mengatakan, seperti agama lain, Alkitab mengatur kehidupan pemeluknya dengan prinsip moral yang ketat. Jordi mengatakan: “Ada aturannya: jangan membunuh, jangan memfitnah, jangan munafik, jangan menyakiti orang lain, jangan berbohong. Semua aturannya ada di sana,” jelas Jordi. YouTube, 30 Oktober 2024

Selain membahas persoalan agama, Jordi bercerita tentang kebiasaan hidup yang ia jalani sejak kecil, yakni larangan makan daging babi. Jordi mengaku kebiasaan tersebut terdorong oleh ajaran ibunya yang sejak dini menolak menggunakan peralatan rumah tangga yang bersentuhan dengan daging babi.

“Di rumah, ayah saya tidak diperbolehkan makan makanan yang mengandung babi menggunakan peralatan rumah tangga. “Jadi kalau bapak saya mau makan beibong di rumah, bayangkan dia pakai kertas nasi, tidak bisa pakai piring,” kata ibu saya.

Jordi mengikuti jejak ibunya dan tentu saja tidak menyukai daging. Kebiasaan tersebut berlanjut hingga dewasa, meski diakuinya hal itu tidak selalu karena keyakinan agama melainkan preferensi pribadi.

Saat jalan-jalan ke luar negeri, Jordi tetap tidak mengonsumsi daging babi atau ikan. Ia hanya mengonsumsi makanan yang dianggap aman, seperti ayam dan masakan khas Indonesia. Jordi mengaku hal itu merupakan kebiasaannya dan saat bepergian ia mencari makanan yang sesuai dengan selera pribadinya agar tetap nyaman.

Merujuk pada batasan toleransi dalam beragama, Jordi menegaskan prinsipnya yang mengacu pada konsep “lakum dinukum valiyadin”, yakni “agamamu untukmu dan agamaku untukku”. Baginya, batas toleransi yang pertama adalah saling mengingat tanpa menghakimi atau memaksa. 

“Bagimu Lakum dinukum waliadin artinya agamamu, bagiku agamaku adalah batas pertama toleransi. Mengingatkan boleh saja, tapi jangan nanti menghakimi,” ujarnya.

Ia juga memperhatikan bahwa teman-temannya yang telah melakukan perubahan drastis dalam hidupnya seringkali kesulitan menjaga toleransi terhadap orang lain yang terlalu memaksakan pandangan agamanya kepada orang lain. Menurut Jordi, pendekatan tersebut tidak bijaksana. Ia menyebutkan pentingnya toleransi, menjaga norma bersama, dan sikap indah yang menghargai pilihan dan keyakinan orang lain.

Lebih lanjut, Jordi mengaku tertarik mempelajari agama lain, bahkan hingga tingkat dasar. Oleh karena itu, informasi keagamaan sering dilihat di media sosial. Namun, dia tidak merasa perlu mencari validasi dari orang lain.

Menurutnya: “Untuk apa kita mencari validasi di mata orang, saudara. Kami mencari keabsahan dan pahala di sisi Allah, saudaraku.”

Jordi menjawab pertanyaan tentang bagaimana orang lain berpikir dia telah bertobat. Ia menegaskan, keyakinannya tidak dimaksudkan untuk konsumsi publik atau sekadar untuk kepentingan etika sosial. “Baiklah, biarkan saja, keyakinan saya dan apa yang saya yakini, saya jalani sekarang,” desaknya.

Selain itu, Jordi mengaku jarang mendapat kritik atas pilihan agamanya, terutama dari orang-orang terdekatnya. Mereka yang mengenalnya dengan baik memahami adat istiadat dan sikapnya yang kerap mendukung berbagai kegiatan keagamaan tanpa mengubah keyakinannya. 

Dia merasa mereka menerima dan memahaminya. Di beberapa acara, seperti Syukuran, Jordi juga kerap memimpin pengajian. Ditambah lagi, setiap kali beruntung, Jordi selalu berusaha memberi secara merata kepada panti asuhan, tempat ibadah, atau pihak yang membutuhkan. “Mudah-mudahan Insya Allah bisa saya bagikan secara merata. “Jadi setiap saya mendapat keberuntungan ekstra, saya kasih A, saya kasih B, saya kasih C, saya kasih D,” ujarnya.

Jordi juga merujuk pada ajaran ayahnya yang menekankan bahwa partisipasi tidak harus dibatasi pada tempat tertentu. Jordi menerapkan prinsip ini dalam mengamalkan imannya, yang baginya berarti hubungan pribadi dan mendalam dengan Tuhan, dan bukan untuk kepentingan umum.

Di akhir perbincangan, Jordi menyampaikan harapannya agar bisa terus memberi manfaat bagi sesama, apapun agamanya. “Tapi apa yang saya dapat, bisa saya berikan kepada mereka yang membutuhkan, tanpa mengelompokkannya berdasarkan agama yang dianutnya,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *