Kisah Atlet Muda Indonesia ke Panggung MMA Dunia: Darah Muda Mental Baja Diasah Pertacami

Titik Kumpul – Sebanyak 12 atlet Pengurus Besar Persatuan Bela Diri Campuran Seluruh Indonesia (PB Pertacami) menjalani pelatnas sebagai persiapan Indonesia mewakili Indonesia di ajang GAMMA 2024 MMA World Championship pada 6-14 Desember 2024.

Jerico Moi dan Rico Sanusi merupakan dua dari 12 petarung muda MMA Indonesia yang akan bertarung. Keduanya diajak mengikuti latihan fisik Pusdiklatnas usai meraih medali emas Kejuaraan MMA Nasional Pertacami Cup I 2024.

Keduanya sama-sama terlahir dan besar sebagai atlet, namun uniknya tak satupun dari mereka yang menyadari hal tersebut hingga ingin menjadi seorang atlet. Oleh karena itu, Jericho tidak pernah mengetahui bahwa dirinya adalah putra seorang mantan atlet hingga pada usia 15 tahun, ia mulai bercita-cita menjadi seorang atlet.

Di masa pra-remajanya, Jericho mengatakan bahwa dia sudah lama tertarik pada olahraga tarung. Di usia 13 tahun, dia sudah menguasai karate, kickboxing, dan muaythai. Tapi tidak ada jawaban yang diterima. Keinginan Jericho untuk menekuni ilmu bela diri tidak dihiraukan oleh ayahnya.

Lahir di Sorong, Papua, bocah itu terus mengemis hingga suatu hari ia mengabulkan permintaannya. Ayahnya biasa meminta Jericho untuk mengikuti pelatihan militer. namun sang ayah tidak bergerak. keheranan dan kebingungan mengelilinginya.

Anehnya, hal ini tidak melemahkan cita-citanya. Setelah dua tahun dibujuk dan dianiaya, restu sang ayah akhirnya datang.

Jericho akhirnya mulai berlatih kickboxing saat berusia 15 tahun. Anggukan sang ayah tidak serta merta diberikan. Ia mengatakan bahwa ayahnya adalah orang pertama yang bercerita tentang kehidupannya saat ia berkompetisi dalam perlombaan.

“Saya lihat ada yang ikut karate, kick boxing, muaythai. Jadi saya lihat, saya bilang ke orang tua saya, ‘Pak, saya mau ikut bela diri,’ kata saya. Masih belum ada jawaban, akhirnya orang tua saya buka. soal masa lalu, ayah saya seorang atlet,” kata Jericho.

Selama masa kanak-kanak dan pra-remaja; Bersama seluruh keluarganya, Jericho mengaku tidak pernah tahu kalau ayahnya pernah menjadi atlet. Sang ayah mungkin ingin merahasiakan kisah tersebut, namun akhirnya terungkap di bagian terakhir kehidupan sang ayah, guna mengatur panggung bagi perjalanan hidup sang anak.

“Ayah saya pernah bercerita bahwa cita-citanya, yaitu menjadi prajurit TNI, tidak tercapai karena kurangnya talenta atau talenta padahal ia seorang atlet.” Tapi dulu mereka bilang atlet-atlet di Indonesia tidak ada gunanya, tidak ada nilainya karena dianggap biasa-biasa saja, tidak bisa membanggakan nama Indonesia, kata Jerico.

Tak bisa dipungkiri, tidak semua atlet mendapat sorakan dan tepuk tangan sepanjang hidupnya. Seringkali ketika tirai ditutup, lemari besinya juga berwarna hitam. Hal serupa juga terjadi pada ayah Jericho yang biasa menggunakan kickboxing sebagai atlet.

Ayah Jericho menekuni kickboxing, satu-satunya cara untuk bertahan hidup di kerasnya kehidupan di Simalungun. Jericho tidak tahu banyak tentang pekerjaan ayahnya di atas ring. Yang dia tahu dengan jelas adalah bahwa ayahnya sering membencinya.

Beberapa dekade yang lalu, atlet profesional di Indonesia seringkali kurang terwakili. Atlet yang belum mengangkat trofi atau meraih medali, bahkan atlet yang sukses di kancah internasional, tidak pernah mendapat jaminan masa depan.

Ayah Jericho sendiri gagal bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) karena minimnya prestasi. “Pernah bapak bilang ke saya karena tidak ada kemajuan dalam bentuk pembelaan ini, sekali ada korban, lebih banyak korban, ketika mereka bilang atlet tidak berguna, atlet tidak ada manfaatnya, tidak ada atlet. Manfaatnya, mereka tidak melakukannya. menghasilkan uang,” kata Jericho.

“Mungkin ini perkataan teman-teman ayah saya, atau orang tua saya, dan dia (ayah Jericho) tetap menentang sepenuhnya karena kemampuan militer mereka tidak begitu ringan.”

Meski cerita ayahnya tak enak didengar, dan mengaku sedikit takut, namun Jericho tak menyerah pada passionnya.

Ia tahu pilihan kariernya sebagai atlet kerap dipandang sebelah mata, apalagi jalannya tidak menentu. Namun keluarga adalah alasan utama dia pergi.

Selain itu, Jericho sempat dilatih di sasana yang dibangun ayahnya yang kini berafiliasi dengan Klub Patunggung Simalungun Siantar (PSSC).

Awalnya mereka meragukan keseriusan atlet berusia 16 tahun tersebut, namun saat ayahnya memberinya nilai yang layak, Jericho mulai terus menekan. PSSC merupakan klub yang telah melahirkan beberapa atlet nasional. Pada Kejurnas U-18 PB Pertacami 2024, empat atlet klub tersebut berhasil meraih medali emas, termasuk Jerico.

Hingga saat ini, Jericho sukses meraih beberapa gelar juara mulai dari tingkat Kejuaraan Daerah hingga Kejurnas U-18 PB Pertacami terbaru pada Mei 2024.

Saat ini ia tengah berlatih bersama Pelatnas PB Pertacami untuk persiapan GAMMA World MMA Championship 2024 yang akan dimulai pada 6 Desember di Dewa United Arena, Banten.

“Bahkan saya terharu ketika mendengar kata-kata atlet itu tidak berguna, tidak bisa menghasilkan apa-apa, sama seperti mereka tidak berguna dari orang tua saya. Tapi entah kenapa, jiwaku adalah seorang atlet, aku masih melekat dan milikku. keyakinan bahwa saya bisa menjadi atlet yang lebih baik dari orang tua saya,” jelas Jerico.

Alasan terbesar saya datang dari orang tua saya. Karena orang tua saya adalah orang-orang yang melihat impian mereka (sebagai atlet) dan saya bercita-cita untuk mewujudkan impian saya lagi di masa muda saya. Saya tidak akan menyia-nyiakan waktu dan waktu untuk memberi dan waktu, saya akan mengambil. semuanya”, tutupnya.

Setali tiga uang dengan Jericho, Rico yang juga akan mengikuti MMA GAMMA World Championship 2024 ini sudah mengenal atlet tersebut di keluarganya. Ada Jeremiah Siregar, mantan juara nasional kelas terbang MMA yang merupakan pamannya.

Pemuda kelahiran Sidikalang ini sudah mengenal MMA sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP). Adrenalin Rico terpacu setiap kali menyaksikan pamannya bertarung di atas ring. Ada perasaan “kegembiraan” setiap kali mendengar suara ada titik yang mengenai daging.

Rico membawa perasaan ini ke sekolah. Ia sering terlibat perkelahian, baik antar siswa di sekolah tersebut maupun siswa dari sekolah lain. Ia jarang mengingat setiap pertarungan berupa bola di wajahnya.

Lebih dari satu dua kali orang tua harus mengonfrontasi pimpinan BK (Badan Pembinaan) Rico atas sikap tersebut. Bisa dibilang Rick adalah salah satu pahlawan di sekolahnya. Hingga akhirnya ayah dan ibunya menyerah, Rico akhirnya “menendang” rumah tersebut.   “Waktu SMP, aku sering berkelahi dengan teman-temanku, memukul mereka, lalu orang tuaku berkata, ‘Kamu pergi ke pamanmu saja, karena kamu nakal di sini.’

Awalnya Rico ragu. Apakah ia harus melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas (SMA) di Sumut dulu atau langsung keluar? Setelah pamannya meyakinkannya, dia meninggalkan pulau Sumatera dan mendarat di Bekasi, di mana dia bertemu Yeremia pada tahun 2022.

Rico sempat bersama Yeremia di Bekasi lalu muncul pertanyaan besar, apakah anak yang ingin berjuang di desa ini ingin menjadi atlet?

“Awalnya saya punya paman bernama Jeremiah Siregar, seorang atlet. Yang pertama dia tanya, ‘Kamu mau jadi petarung ya?’ Saya jawab ya, saya jawab, ‘iya,’ kata Rico.

“Saya telah menjadi penggemar paman saya sejak saya masih kecil. “Saya sering menontonnya di TV, jadi saya selalu terobsesi hingga bisa menjadi atlet yang hebat,” imbuhnya.

Rico mulai mempelajari Muaythai, kemudian juga mempelajari Wushu di kategori Sanda. Dapat dikatakan bahwa dia bekerja dengan baik di ringnya, meskipun dia mengalami kesulitan untuk tampil sehari-hari. Hingga saat ini, ia telah meraih empat gelar juara, salah satunya adalah juara Piala Kapolres Muaythai Bogor 2023.

Memanfaatkan perjuangan sia-sia dan akan membela Indonesia di kancah dunia dalam beberapa bulan ke depan, Rico menegaskan perubahan dalam dirinya saat berkomitmen pada olahraga tersebut. Sekarang setiap pertempuran telah berakhir.

“Iya mau (jadi atlet), biar nggak kena apa-apa di kota, terus bikin orang tua bingung, mending ke sini ya,” kata Rico.

“Sekarang aku mempunyai cita-cita yang pasti, tentu saja aku ingin membahagiakan kedua orang tuaku terlebih dahulu. Aku akan berlatih keras, aku akan meraih cita-citaku untuk menjadi atlet yang hebat, mengikuti ajang amatir dan tahun-tahun mendatang, dan aku akan melakukannya.” waktu bermain untuk keuntungan mereka, saya akan membuktikan kepada semua orang bahwa saya pantas mendapatkannya,” pungkas Rico.  

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *