Jakarta, Titik Kumpul – Pengobatan tuberkulosis (TBC) merupakan salah satu program hasil cepat terbaik (PHTC) atau quick win yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto. Berkaitan dengan program tersebut, Kementerian Kesehatan sendiri telah melakukan beberapa langkah untuk memerangi tuberkulosis dengan cepat, salah satunya adalah skrining.
Pasalnya, Indonesia memiliki jumlah penderita tuberkulosis terbesar kedua di dunia dengan jumlah 1 juta orang. Kami akan terus menelusuri artikel selengkapnya di bawah ini.
“Saya sudah sampaikan hal ini kepada Menko (Pratikno) kemarin, dan saya juga sampaikan kepada Presiden. Tuberkulosis ini nomor dua terbesar di dunia, jumlahnya 1 juta orang,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat ditemui di Festival Inovasi Kesehatan. (Festival HAi).
Menkes juga mengungkapkan, pandemi COVID-19 kemarin turut berkontribusi terhadap penyebaran penyakit tuberkulosis pada masyarakat setempat.
Oleh karena itu, belajar dari pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini, Kementerian Kesehatan akan meningkatkan deteksi TBC. Jika pada tahun 2022 hanya 400.000 orang yang melakukan skrining, maka pada tahun ini Kementerian Kesehatan menargetkan 900.000 orang untuk melakukan skrining.
“Selama COVID-19, hanya 400.000 orang yang terdiagnosis, jadi bayangkan berapa banyak orang yang berjalan-jalan. Jadi tujuan kita sekarang adalah meningkatkan skrining (skrining) ke level yang sama dengan COVID-19. Kalau COVID-19 kita karantina dulu, TBC sudah ada obatnya, kita targetkan tahun ini naik menjadi 900.000, dibandingkan sebelumnya 400.000, dan tahun 2022 700-800.000. 900.000,” sambungnya.
Sementara itu, pada tahun 2025 pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan menargetkan melakukan skrining terhadap 1 juta orang.
Hal-hal di atas akan dibahas kemudian. Menkes juga mengatakan, jika pasien TBC diobati maka TBC itu sendiri akan sembuh.
“Kita harapkan tahun 2025 dapat 1 juta. Jadi tahun 1080 kemungkinan dapat sekitar 1 juta. Jadi diberi obat dan sembuh,” sambungnya.