Hati-Hati, 5 Respons Positif Ini Bisa Jadi Toxic Positivity dan Bikin Tidak Nyaman!

Titik Kumpul – Kita semua pasti pernah mendengar kata-kata motivasi: “Jangan menyerah!” atau “Semuanya akan baik-baik saja.” Ungkapan seperti itu bisa saja positif dan bagus, tetapi tahukah Anda bahwa reaksi positif bisa menjadi racun positif? Ya, segala sesuatu yang tampak positif ternyata tidak terlalu membantu. Faktanya, reaksi seperti itu bisa membuat orang semakin merasa tidak nyaman dan meningkatkan tekanan psikologis.

Toxic positivity adalah suatu kondisi di mana seseorang terus-menerus mengungkapkan reaksi atau pendapat positif, bahkan dalam situasi sulit dan kompleks, tanpa benar-benar memahami atau menghargai perasaan orang lain. Yuk, pelajari 5 contoh reaksi positif yang sering dianggap baik, namun nyatanya bisa merugikan! 1. “Kamu harus selalu bersyukur, masih banyak hal yang lebih buruk!”

Sekilas, sepertinya masuk akal untuk mengucapkan terima kasih kepada orang lain. Padahal, bersyukur adalah hal baik yang bisa membantu kita menjadi lebih tenang. Namun permasalahan muncul ketika nasihat ini diberikan dalam situasi di mana orang benar-benar perlu didengarkan, dan tidak dibandingkan dengan orang lain yang “lebih buruk”.

Reaksi ini seringkali membuat orang merasa bersalah atas perasaannya. Misalnya, seseorang yang menghadapi suatu masalah besar mungkin merasa bahwa masalah tersebut sepele dan tidak penting. Faktanya, mereka membutuhkan bantuan, bukan pembenaran mengapa mereka harus merasa lebih baik.

Mengapa bisa berbahaya?

Mengatakan “Kamu harus bersyukur” tanpa memahami situasinya dapat menunjukkan bahwa perasaan orang tersebut tidak benar. Hal ini dapat menghambat proses penyembuhan dan penerimaan emosi karena merasa harus menekan perasaan negatif agar sesuai dengan harapan orang lain.2. “Tetap positif, jangan fokus pada hal buruk!”

Di tengah masa sulit, mendengar “Tetap positif” membuat kita merasa dihakimi. Memang benar, berpikir positif bisa menenangkan, tapi terkadang kita perlu memproses perasaan negatif juga. Ketika kita dipaksa untuk selalu “tetap positif” dan mendiskusikan masalah, orang akan merasa sangat terisolasi.

Mengapa hal ini dapat mengganggu?

Sikap ini dapat membuat orang merasa bahwa perasaan negatif tidak seharusnya ada. Faktanya, semua emosi, baik senang atau sedih, adalah pengalaman hidup yang normal. Terlalu fokus pada hal positif dapat menyebabkan seseorang terjebak dalam perasaan yang belum terselesaikan bahkan memperpanjang masa-masa sulit yang dialaminya.3. “Semuanya akan baik-baik saja, kamu harus percaya!”

Ini mungkin tanggapan yang paling umum dan umum kita dengar. Ungkapan “semuanya akan baik-baik saja” mungkin terdengar menenangkan, namun dalam beberapa situasi ungkapan tersebut bisa menjadi penghalang seseorang untuk mengungkapkan perasaannya.

Masyarakat yang mengalami kesulitan pada umumnya perlu didengarkan dan dipahami, dan tidak langsung dihadapkan pada ekspektasi yang belum tentu sesuai. Sekalipun niatnya baik, frasa ini dapat memberi kesan bahwa perasaan atau kekhawatiran mereka tidak sah atau sepele.

Mengapa jawaban ini tidak pantas?

Memberi harapan tanpa landasan akan menambah ketegangan pikiran. Orang dengan rasa takut mungkin merasa disalahpahami dan menahan perasaan negatif. Bagaimanapun, hal ini justru membuat mereka lebih sulit untuk merasa lebih baik.4. “Lihat sisi baiknya, pasti ada pelajarannya!”

Ini adalah contoh lain dari toxic positivity yang sering kita dengar. Ketika seseorang sedang sedih atau sedih, “Lihatlah sisi baiknya!” Ungkapan ini mengabaikan emosi yang sebenarnya sudah dirasakan dan hanya menekankan sisi positifnya, meski terkadang emosi negatif juga membutuhkan ruang.

Konsekuensi dari jawaban ini

Orang yang mengalami reaksi ini akan merasa tertekan untuk melihat “sisi positif” dari situasi yang menyakitkan, meskipun emosi yang mereka rasakan sepenuhnya normal. Mengatasi perasaan negatif adalah bagian penting dari penyembuhan dan introspeksi yang sering diabaikan ketika Anda diminta untuk fokus pada hal positif.5. “Kamu terlalu banyak mengeluh, cobalah fokus pada hal positif!”

Menyuruh seseorang untuk berhenti mengeluh terdengar seperti nasihat yang membangun. Namun kenyataannya, terkadang orang perlu melepaskan perasaan negatifnya agar bisa merasa lebih tenang. Menceritakan seseorang yang sedang stres akan membuatnya merasa terisolasi dan tidak tahu harus berbagi ke mana.

Kenapa tidak bagus?

Orang yang mendengar ungkapan ini mungkin merasa “bingung” hanya untuk mengungkapkan perasaannya. Padahal, meninggalkan atau berbagi cerita merupakan salah satu cara mengatasi emosi. Ketika orang diminta untuk selalu fokus pada hal positif, mereka cenderung menyimpan masalahnya sendiri dan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan dukungan emosional yang mereka butuhkan.

Menghadapi teman atau keluarga yang sedang mengalami masa sulit memerlukan empati dan pengertian yang mendalam. Berikut beberapa cara kami dapat meminta Anda untuk cerdas dalam membantu:

1. Dengarkan dengan jujur: Terkadang Anda perlu mendengarkan orang lain tanpa interupsi atau saran. Biarkan mereka mengungkapkan perasaannya tanpa merasa dihakimi.

2. Validasi perasaannya: Berikan respon seperti “Aku paham, pasti berat bagimu” untuk menunjukkan bahwa kamu memang peduli dan menghargai perasaannya.

3. Berikan dukungan yang realistis: Daripada mengatakan, “Semuanya akan baik-baik saja,” mengatakan, “Aku di sini untukmu,” bisa lebih meyakinkan dan jujur.

4. Jangan selalu memaksakan diri untuk bersikap positif: Biarkan diri Anda merasakan kesedihan atau keputusasaan. Semua emosi mempunyai tempat dan fungsi, bahkan emosi negatif, dan ini akan membantu Anda memahami diri sendiri dengan lebih baik.

5. Tanyakan kepada mereka apa yang mereka butuhkan: Daripada memberikan nasihat yang sebenarnya tidak mereka perlukan, tanyakan langsung bagaimana Anda dapat membantu. Hal ini menunjukkan bahwa Anda peduli dengan cara yang tepat bagi mereka. Mengapa hasil positif toksik bisa berbahaya?

Toxic positivity dapat menimbulkan perasaan terisolasi dan membuat seseorang merasa sendirian dengan perasaannya. Jika kita tidak membiarkan diri kita atau orang lain merasakan emosi negatif, proses penyembuhan bisa tertunda. Emosi negatif seperti kesedihan, kemarahan atau keputusasaan merupakan bagian dari mekanisme manajemen stres.

Jika kita selalu bersikap seolah-olah kita sedang bahagia, lama kelamaan perasaan tersebut akan semakin bertambah dan menjadi beban. Oleh karena itu, hindarilah tanggapan-tanggapan di atas karena dapat memperburuk keadaan orang lain.

Toxic positivity merupakan fenomena dimana niat baik untuk membantu berubah menjadi reaksi yang membuat seseorang merasa tertekan. Meskipun kata-kata seperti “Kamu harus bersyukur” atau “Tetap bersikap positif” terdengar positif, dalam situasi tertentu kata-kata tersebut dapat merusak suasana hati Anda dan menghalangi seseorang untuk mengungkapkan perasaannya dengan cara yang sehat.

Jadi daripada memberikan respon yang tampak positif namun penuh empati, lebih baik fokus mendengarkan dan memahami apa yang dibutuhkan orang lain. Dengan begitu, kita bisa memberikan dukungan yang lebih berarti tanpa memaksanya untuk “bahagia sepanjang waktu”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *