Mandalika, Titik Kumpul – Permintaan kendaraan listrik (EV) di Indonesia semakin meningkat seiring dengan upaya pemerintah menggalakkan era kelistrikan dengan menawarkan berbagai manfaat bagi konsumen.
Sementara itu, pengguna mobil listrik bisa mendapatkan insentif, keringanan pajak, dan bebas tarif.
Selain itu, biaya operasional mobil listrik lebih rendah dibandingkan mobil konvensional. Namun, nilai jual kembali kendaraan listrik tersebut seringkali menjadi perdebatan.
Pasalnya, mobil listrik sudah mulai bermunculan di pasar mobil bekas. Ternyata nilai jual kembalinya jauh berkurang, bisa berkisar Rp 200 jutaan hingga Rp 300 jutaan dibandingkan model baru. Seperti yang terjadi baru-baru ini pada mobil listrik Hyundai Ioniq 5.
Menanggapi fenomena tersebut, Chief Marketing Officer PT Hyundai Motors Indonesia (HMID) Budi Nur Mukmin mengaku hal tersebut bisa diatasi jika pengguna mobil listrik lebih banyak dibandingkan saat ini.
“Jika mobil listrik semua merek semakin populer, karena semakin banyak konsumennya, maka nilai jual kembali akan semakin tinggi,” katanya dikutip Titik Kumpul di Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Meski demikian, Budi mengaku pihaknya melihat pengguna mobil listrik saat ini kurang terlalu memperdulikan nilai jual kembali. Ingat, banyak pelanggan mobil listrik yang bukan pembeli pertama kali.
“Intinya pengguna EV bukan pembeli pertama, jadi biasanya mereka punya 1-2 mobil di rumah,” ujarnya.
Akibatnya, ketika ditanya apakah mereka memikirkan nilai jual kembali, mereka mungkin tidak sepeka pembeli pertama atau pelanggan mobil baru, tambahnya.
Menurutnya, pengguna mobil listrik lebih tertarik dengan keunggulan EV tersebut.
Jadi bagi konsumen yang penting bisa merasakan keunggulan EV, antara lain biaya operasional, biaya operasional lebih murah, dan terhindar dari kondisi aneh,” tegas Budi.
Ia melanjutkan, faktor-faktor tersebut menjadi pertimbangan utama pengguna EV lebih dari yang seharusnya.