Mengenal Tarian Haka yang Menggetarkan Parlemen Selandia Baru

Titik Kumpul –  Pada Kamis (14/11/2024) Parlemen Selandia Baru menyedot perhatian masyarakat setelah beberapa anggota parlemen dipenuhi dengan tarian tradisional Haka Ka Mate. Peristiwa itu terjadi di tengah ketegangan perdebatan rancangan undang-undang (RUU) yang kontroversial sehingga memicu perdebatan sengit.

Langkah ini dipimpin oleh Anggota Parlemen Partai Maori Hana-Rawhiti Maipi-Clarke. Dia mulai menari haka sebagai bentuk protes setelah mendengar dukungan partainya terhadap rancangan undang-undang yang tampaknya menafsirkan ulang Perjanjian Waitangi. Apa itu Haka Ka Mate?

Haka ka mate adalah tradisi Maori yang penting dan bermakna. Awalnya, tarian ini digunakan untuk menyambut tamu, namun dalam beberapa kasus, wajahnya yang intens dan gerakannya yang tegas juga menunjukkan kekuatan dan ancaman.

Menariknya, meski dikenal sebagai tarian perang yang membangkitkan semangat para pejuang, Haka Ka Mate bisa dilakukan oleh pria maupun wanita.

Tarian ini berakar pada legenda Maori, kisah dewa matahari Tama-nui-te-ra dan istrinya Hine-raumati. Pasangan tersebut dikatakan memiliki seorang putra bernama Tain-Ror, yang diyakini dapat menciptakan getaran di udara pada hari-hari panas ketika dia menari untuk ibunya.

Dalam tradisi modern, haka tidak hanya dipertunjukkan untuk perang. Ritual ini sering hadir pada pertemuan adat, hajatan, ulang tahun, pernikahan, dan pemakaman. Sejak tahun 1972, haka menjadi salah satu acara utama Festival Seni Te Matatini dua tahunan dan selalu berhasil menarik perhatian masyarakat.

Dibuat pada tahun 1820 oleh kepala suku Te Rauparaha, haka ka mate mulai dikenal di seluruh dunia setelah pertama kali digunakan untuk pertandingan oleh tim rugby Selandia Baru, All Blacks.

Tarian haka dipentaskan di Senedd sebagai bentuk protes terhadap kebijakan yang diajukan partai ACT, anggota koalisi pemerintahan. RUU tersebut dinilai menafsirkan kembali ketentuan Perjanjian Waitangi, dokumen bersejarah yang menjadi dasar berdirinya Selandia Baru pada tahun 1840.

Ketentuan perjanjian tersebut mengatur hak-hak antara penduduk asli suku Maori dan pendatang Eropa. Namun, Partai ACT berpendapat kebijakan saat ini terlalu menguntungkan suku Māori dan merugikan imigran.

Sebaliknya, suku Maori dan para pendukungnya memandang RUU tersebut sebagai ancaman terhadap hak-hak mereka sebagai masyarakat adat di balik tarian tersebut

Aksi haka di Parlemen tidak hanya sekedar tradisi, tetapi juga simbol perjuangan identitas dan hak masyarakat Maori. Dengan gerakan-gerakan penuh energi dan makna, Haka berhasil menyuarakan keberatan atas RUU tersebut yang dinilai merugikan.

Awalnya dimaksudkan untuk menyambut atau menyemangati orang, tarian ini kini menjadi alat protes yang efektif, dan bergema hingga ke tingkat politik tertinggi di Selandia Baru.

Yang jelas, Haka bukan sekedar tarian biasa. Menjadi ikon budaya yang masih relevan hingga saat ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *