Periklindo Menolak Keras Adanya Insentif Mobil Hybrid dan Wacana LCGC Hybrid

Jakarta, Titik Kumpul – Pemerintah memperingatkan akan ada insentif untuk mobil hybrid pada awal tahun 2025. Namun hal tersebut ditentang keras oleh Persatuan Industri Kendaraan Listrik Indonesia atau Periklindo.

Promosi mobil hybrid ini diusulkan Kementerian Perindustrian. Hal ini untuk menjaga semangat industri otomotif nasional dan akan segera dibicarakan dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam waktu dekat. 

“Insentif untuk hybrid juga sedang kami usulkan dan akan dibahas dalam waktu dekat,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang di GJAW 2024, Jumat, 22 November 2024.

Di sisi lain, Kemenperin juga berupaya memperkenalkan teknologi hybrid pada segmen Low Cost Green Car (LCGC). Langkah ini bertujuan untuk menciptakan mobil yang tidak hanya irit dan murah.

Melihat hal tersebut, Periklindo menolak usulan insentif mobil hybrid hingga perdebatan LCGC Hybrid pada tahun 2025. Hal itu disampaikan langsung oleh Sekjen Periklindo Tenggono Chuandra Phoa.

“Kami tidak mendukung (insentif hybrid dan LCGC hybrid), pernyataan publik Periklindo tidak mendukung,” kata Tenggono kepada wartawan di Jakarta Pusat, Senin, 25 November 2024.

Menurutnya, kebijakan tersebut sangat menghambat perkembangan BEV dan zero emisi itu sendiri di Indonesia. Selain itu, juga bertentangan dengan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2022 tentang penggunaan kendaraan listrik baterai.

Dalam hal ini, seluruh kendaraan dinas operasional dan/atau kendaraan dinas pribadi instansi pemerintah pusat dan daerah wajib menggunakan kendaraan listrik.

“Perpres Nomor 7 Tahun 2022, semua wajib pakai mobil listrik. Maklum, tiba-tiba muncul sesuatu yang berbeda. Ya, kami kurang paham.”

Selain itu, Tenggono mengungkapkan kendaraan listrik lebih unggul dari segi irit bahan bakar dan emisi. Mengingat mobil listrik tidak menghasilkan emisi, hal ini masih berbeda dengan mobil hybrid yang mengeluarkan asap.

“Lebih murah? Bandingkan sendiri. Listrik 1,5 kWh sama dengan 1 liter (bahan bakar). Kalau tidak salah 1 kWh harganya 1.700 rupee. Kalau pakai fast charge sekitar 2.400 rupee, itu Rp 10.000 ribu. Mana yang lebih murah?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *