Bioekonomi sebagai Pilar Transformasi

Jakarta, Titik Kumpul – Secara garis besar, bioekonomi dipahami sebagai sistem ekonomi yang memanfaatkan sumber daya hayati untuk menghasilkan produk dan jasa yang dapat menggantikan bahan baku fosil.

Selama beberapa dekade terakhir, konsep bioekonomi semakin ramai dibicarakan sebagai upaya mencapai pembangunan berkelanjutan dan transisi menuju ekonomi rendah karbon.

Sebagai negara dengan keberagaman yang besar, Indonesia mempunyai peluang besar untuk menjadi pemimpin dalam bidang bioekonomi.

Di berbagai negara yang telah mengadopsi konsep ini, penting untuk memastikan bahwa pemanfaatannya dilakukan dengan cara yang bertanggung jawab secara ekologis dan sosial, terutama dengan melibatkan masyarakat lokal dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM).

Bioekonomi mempunyai potensi besar sebagai pilar transformasi ekonomi menuju tahun 2045. Visi Emas Indonesia.

Mengingat 62 persen wilayah Indonesia ditutupi oleh hutan, sektor kehutanan merupakan salah satu sektor strategis bagi pembangunan bioekonomi berkelanjutan.

Menteri Pembangunan Inggris untuk Indonesia, ASEAN dan Timor Timur Amanda McLoughlin mengatakan pemerintah Inggris mendukung Indonesia dalam mengembangkan potensi bioekonominya.

Menurutnya, ini merupakan langkah penting untuk melindungi keanekaragaman hayati, mengatasi perubahan iklim, dan mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

“Komitmen Inggris untuk bekerja sama dengan Indonesia dalam agenda iklim juga tercermin dalam kemitraan strategis baru ini. Kami menantikan kemitraan yang lebih mendalam untuk terus melindungi hutan, mengurangi emisi, dan melindungi planet ini demi kepentingan publik,” kata McLoughlin.

Sebagai bentuk komitmen pemerintah, konsep bioekonomi dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJPN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2025-2029. Namun transisi menuju bioekonomi tidak dapat dilakukan oleh satu pemerintahan saja.

Pj Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappen, Medrilzam, menyampaikan pentingnya kolaborasi pemangku kepentingan sebagai elemen kunci dalam percepatan penerapan bioekonomi di Indonesia.

“Pemerintah memberikan arah kebijakan, dunia usaha menjadi mesin perubahan, akademisi memberikan pengetahuan dan masyarakat lokal mempertahankan kearifan lokal yang menjadi inti keberlanjutan,” ujarnya.

Menurut Medrilzam, kolaborasi lintas sektor yang kuat akan menjadi kunci untuk menciptakan ekosistem bio-ekonomi yang terintegrasi, mulai dari bahan mentah hingga produk hilir.

“Kami percaya konsep ekonomi baru dapat memperkuat hubungan antara pelaku usaha, pemerintah daerah, dan masyarakat melalui rantai nilai yang bertanggung jawab dari berbagai komoditas sumber daya hayati di Indonesia,” jelasnya.

Untuk mewujudkan perekonomian inklusif dan berkelanjutan berbasis sumber daya hayati, Direktorat Perlindungan Hutan dan Sumber Daya Air Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bapen bekerja sama dengan USAID SEGAR, Kadin Regenerative Forestry Business Hub (Kadin RFBH), Kedutaan Besar Inggris di Jakarta dan Koalisi Ekonomi Beralas (KEM) untuk meningkatkan pemahaman konsep bioekonomi.

Memorandum of Understanding (MOU) juga ditandatangani untuk proyek percontohan bio-ekonomi di sektor kehutanan yang menerapkan praktik Multi Forestry Business. Para pelaku bisnis ini berkomitmen pada perusahaan berbasis bio yang berkelanjutan seperti Perum Perhutani, PT Mahorahora Bumi Nusantara, Indika Nature dan PT Paragon Technology & Innovation.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *