Titik Kumpul – Bukti kebrutalan rezim Bashar al-Assad kembali terungkap, ketika kuburan massal berisi hingga 100.000 warga Suriah ditemukan pada Selasa, 17 Desember 2024 di al-Qutafyah, 40 kilometer utara ibu kota Damaskus.
Informasi ini pertama kali dipublikasikan oleh Kelompok Advokasi Suriah yang berbasis di Amerika Serikat (AS) pada Senin, 16 Desember 2024.
Kelompok tersebut mengatakan ada kuburan massal di luar Damaskus, yang berisi 100.000 mayat yang dibunuh oleh rezim Assad.
Menurut laporan lain dari Titik Kumpul Army Reuters, kepala pasukan darurat Suriah, Mouaz Moustafa, membenarkan bahwa ada situasi serius di al-Qutafyah, 25 mil (40 km) utara Damaskus.
“Seratus ribu adalah perkiraan paling konservatif dari jumlah jenazah yang dikuburkan di lokasi itu. Ini perkiraan yang sangat, sangat, sangat, hampir tidak adil dan konservatif,” kata Moustafa.
Moustafa menegaskan, ia yakin ada banyak kuburan di Suriah. Dia mengatakan ada lebih dari lima kuburan massal, yang juga berisi jenazah warga Amerika, Inggris, dan warga negara asing lainnya.
Menurut Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR), total lebih dari 617.000 orang telah tewas sejak pecahnya Perang Saudara Suriah pada tahun 2011. Ini memiliki lebih dari 306.000 warga.
Tidak hanya pada masa rezim Bashar, pada masa pemerintahan ayahnya, Hafez al-Assad, banyak terjadi pembunuhan terhadap orang-orang yang menentangnya. Pembunuhan di luar proses hukum, termasuk yang terjadi di penjara Sednaya.
Sebelum digulingkan pemberontak pada 8 Desember 2024, Bashar kerap membantah tudingan pemerintahannya melanggar hak asasi manusia (HAM). Ia bahkan menuding para pengkritiknya fanatik.
Lebih lanjut Moustafa mengatakan, salah satu pelaku pembantaian tersebut adalah unit intelijen Angkatan Udara Suriah.
Anggota tentara Suriah diyakini telah disiksa, dibunuh dan bahkan dikuburkan di kuburan massal.
“(Mereka) bertanggung jawab atas jenazah yang diambil dari rumah sakit militer. Dimana jenazah tersebut dikumpulkan setelah disiksa hingga meninggal dunia oleh berbagai unit intelijen, kemudian dikirim ke kuburan massal,” lanjut Moustafa.
“Kita bisa berbicara dengan orang-orang yang bekerja di kuburan massal, yang melarikan diri ke Suriah atau yang dibantu untuk melarikan diri,” katanya.