JAKARTA Titik Kumpul – Industri otomotif merupakan salah satu sektor terpenting dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Karena menimbulkan efek domino yang luas di banyak bidang lainnya.
Keberadaan industri otomotif tidak hanya didukung oleh pertumbuhan produktivitas melalui produksi mobil. Namun juga berdampak signifikan terhadap sektor pendukung seperti industri komponen, teknologi, dan keuangan.
Namun, industri otomotif Indonesia saat ini sedang menghadapi krisis akibat menurunnya daya beli masyarakat dan stagnannya penjualan lebih dari satu juta kendaraan dalam satu dekade.
Menanggapi hal tersebut, Titik Kumpul.co.id pada 4 Desember 2024 Hotel JS Luwansa Jl. Forum Group Discussion (FGD) bertema “Tren Otomotif: Sejuta Perangkap Suatu Era” diselenggarakan oleh HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
Acara ini dipimpin oleh Pemimpin Redaksi Titik Kumpul.co.id Aditya Lakshmana Yudham dan panelis dari pemerintah dan perusahaan keuangan.
Panelis yang ikut serta dalam FGD antara lain Echo Harjanto (Asisten Deputi Direktur Pengembangan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian), Andy Oscar La Gallego (Ketua Tim Industri Alat Angkutan Darat Bermotor Listrik), (KBBLB) Dirjen Metalurgi, Permesinan , Peralatan Transportasi dan Industri Elektronika (ILMATE), Kementerian Perindustrian), Cyrillus Harinovo (Ekonom Senior, Komisaris BCA), Kukuh Kumara (Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Otomotif) Indonesia/Kaikindo), Dapot Sinaga (Senior Executive Vice President Kredit dan Risiko, Mandiri Utama Finance )
Diskusi tersebut menyoroti bagaimana industri otomotif akan bangkit dari stagnasi penjualan mobil dalam negeri. Masyarakat saat ini terjebak dengan sejuta mobil akibat berkurangnya daya beli.
Bahkan, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) merevisi target penjualan mobil dalam negeri tahun ini dari 1,1 juta unit menjadi 850.000 unit.
Sekretaris Jenderal Gaikindo Kukuh Kumara mengatakan Indonesia memiliki potensi pasar domestik yang besar dan merupakan negara terdepan di ASEAN.
“Pasar mobil Indonesia terbesar di ASEAN. Nilainya berkisar antara 30 hingga 32 persen tergantung tahunnya. Kami tidak ingin mengubah posisi ini. Satu hal yang kami pertahankan adalah pasar yang besar ini bukan sekedar nilai jual. Tapi ini juga merupakan pusat manufaktur,” katanya, menekankan pentingnya menjaga keberlanjutan industri otomotif di negara ini. Di tengah tantangan penurunan penjualan
Kemudian Andy Oscar La Gallego (Ketua Kelompok Kerja Industri Alat Angkut Darat Kendaraan Berbasis Baterai Non Listrik (KBBLB) dan Dirjen Departemen Perindustrian, Metalurgi, Mesin, Alat Angkut dan Elektronika (ILMATE), Kementerian Perindustrian. Industri) menyebut kendaraan roda empat masih menahan masyarakat Indonesia lebih sedikit
“Hanya satu dari sepuluh orang di Indonesia yang memiliki kendaraan roda empat, sehingga dari segi pasar, mobil ini masih memiliki potensi yang besar,” kata Andy.
Sementara itu, Dapot Sinaga (senior executive vice-president, credit and risk, Mandiri Utama Finance) mengatakan suka atau tidak suka, menurunnya daya beli dari penjualan mobil dalam negeri juga berdampak besar.
Dari sisi pemerintah, berbagai cara bisa dilakukan melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk membawa industri otomotif Indonesia keluar dari perangkap satu juta unit.
“Upaya dari sisi permintaan tentu berupaya untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Tentu saja dengan mengendalikan inflasi. Implementasi kebijakan moneter dan fiskal yang diumumkan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian)
Lebih lanjut, Cyrillus Harinowo (Ekonom Senior, Komisaris BCA) mengungkapkan bahwa pajak kendaraan dan bea balik nama di Indonesia terlalu mahal hingga menurunkan daya beli masyarakat.
“Pajak mobil kita, PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan BBNKB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor) mahal dan sangat mahal,” jelas Cyrillus.
Dia menambahkan: “Kemudian faktor kedua adalah karena kita harus menunggu dan melihat. Karena mobil listrik mulai masuk. Banyak mobil yang mulai berdatangan dari China. Jadi saya mulai menunggu dan melihat apakah ada yang lain. Mobil masa depan yang terjangkau,” tambahnya.
Acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab antara peserta FGD dan panelis.
Acara panel diakhiri dengan keynote address oleh Pemimpin Redaksi Titik Kumpul.co.id, Aditya Lakshmana Yudha, yang menekankan bahwa FGD fokus pada berbagai topik di bidang otomotif.
Apalagi fenomena 1 juta perangkat atau trend trap artinya tidak pernah mencapai angka jutaan bahkan tidak bisa menyentuhnya. Tahun ini, penjualannya turun menjadi 850.000 unit.
Kemudian, hal lain yang dapat diambil dari FGD ini adalah mengenai kendaraan rendah emisi.
“Proyek FGD ini digagas untuk mengatasi dua permasalahan besar yang dihadapi industri otomotif: stagnasi penjualan kendaraan di dalam negeri dan tantangan transisi menuju era rendah emisi. Mengapa ini penting? Karena sektor otomotif mempunyai peranan yang penting dari segi perekonomian, maka “dampaknya besar terhadap industri, baik informal maupun formal, sehingga jika terjadi stagnasi pasti akan berdampak pada industri seperti PHK,” jelas Pak Attaya.
Aditya mengatakan FGD Automotive Outlook Titik Kumpul.co.id juga bertujuan mencari solusi untuk meningkatkan penjualan sektor otomotif Indonesia.
“Keberlangsungan sektor otomotif itu penting. Oleh karena itu, isu-isu tersebut perlu diangkat. Dan mitra mencari solusi bersama. Pada dasarnya, bagaimana sektor otomotif dapat tetap berkelanjutan dan tumbuh sebagai katalis pertumbuhan ekonomi di masa depan? kata Aditya Lakshmana.