JAKARTA – Indonesia memiliki regulasi yang berbeda dibandingkan Thailand, terutama terkait regulasi mobil hybrid. Selama ini pemerintah di Tanah Air hanya fokus pada subsidi kendaraan listrik.
Sementara mobil hybrid dibiarkan begitu saja, berbeda dengan Thailand yang memberikan insentif khusus untuk semua jenis kendaraan ramah lingkungan, termasuk hybrid dual-listrik.
Bahkan Ketua Presiden pun tidak setuju dengan digalakkannya mobil hybrid, keringanan pajak untuk teknologi yang menggabungkan mesin bensin dengan mesin listrik tidak tepat.
Hal ini diyakini akan menghambat pengembangan mobil full listrik, yakni BEV (Battery Electric Vehicles) yang sudah lama digencarkan pemerintah. Itu dipamerkan di PEVS (Periclindo Electric Vehicle Show).
“Tidak bisa dengan mudah memberikan izin (insentif untuk kendaraan hybrid), maka mobil listrik tidak akan berkembang dengan baik,” kata Moeldoko kepada wartawan, baru-baru ini. Meski begitu, pemerintah masih mengkaji kebijakan tersebut karena mobil hybrid sudah banyak beredar di pasar Indonesia, namun menurutnya rencana insentif tersebut belum disetujui oleh Presiden Jokowi.
“Kalau ditanya apakah benar-benar matang,” katanya, “tunggu saja. “Hibrida memerlukan penelitian mendalam, dalam beberapa kasus mengurangi konsumsi bensin.
Jika menilik posisinya sebagai Ketua Umum Persatuan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo), ia menilai mobil hybrid tidak masuk kategori kendaraan listrik karena tidak bersih.
“Saya sebagai Presiden Periclindo tidak akan memasukkannya (hybrid), EV itu EV murni, jadi menurut saya hybrid tidak termasuk dalam kategori EV. Tapi sebagai Kepala Staf Presiden, tunggu saja, ujarnya.
Saat ini, Ganjar ternyata stabil untuk Pranovo Moeldoko. Mantan calon presiden dari PDIP ini mengatakan mobil hybrid saat ini tidak membutuhkan insentif.
“Tidak perlu ada insentif untuk mobil hybrid,” kata Ganjar saat berkunjung ke Indonesia International Auto Show JIXPO Februari 2024 di Kemayoran.