Jakarta, Titik Kumpul – Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10% menjadi 11% pada tahun 2022 dan 12% yang dijadwalkan pada 1 Januari 2025 diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), Pasal 7 ayat (1 ).
Data Badan Pusat Statistik atau BPS menyebutkan mayoritas pekerja Indonesia (lebih dari 50 juta orang) berpendidikan rendah dan daya beli rendah.
Oleh karena itu, peningkatan risiko PPN akan menambah beban, menurunkan daya beli, dan meningkatkan kesenjangan ekonomi.
Pemerintah diminta mundur dan menghentikan kenaikan tarif PPN 12 persen.
Alternatifnya, sistem pajak self-assessment diterapkan untuk menghemat uang pemerintah sekaligus mengurangi PPN hingga 10 persen.
Dalam pandangan Hadi Poernomo, korupsi dan penghindaran pajak memiliki ciri yang sama, yaitu akibat adanya peluang.
Prinsip self-assessment yang berlandaskan integritas Pemungut Pajak (PT) berpeluang memberikan laporan perpajakan yang akurat dan jelas.
Dalam sistem self-assessment, wajib pajak mempunyai hak untuk menghitung pajaknya, membayar pajak yang terutang dan menyatakannya melalui Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) yang disampaikan kepada fiskus.
“Saya mohon agar ada sistem self-assessment, yang mana seluruh pendapatan dan non-pendapatan wajib pajak harus dijelaskan secara lengkap dan jelas, sehingga pajak tidak hanya menjadi sumber utama pendapatan negara, tetapi juga menjadi alat untuk membantu menghilangkan pajak. korupsi dan menghapuskan seluruh utang negara,” kata Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode 2009-2014.
Untuk lebih jelasnya, sistem self-assessment diciptakan untuk mengumpulkan data dari berbagai sumber yang dapat digabungkan melalui konsep link-and-match sehingga pemerintah dapat melacak pajak wajib pajak dan membantu menciptakan peta keuangan publik yang lengkap. , termasuk pendapatan legal dan ilegal.
Sistem ini dapat memastikan bahwa setiap laporan pajak mencerminkan keadaan perekonomian, mengurangi penurunan penerimaan pajak, meningkatkan kepercayaan masyarakat dan meningkatkan pendapatan pemerintah tanpa menaikkan harga. Dengan pengawasan ini, tarif PPN bisa kembali ke 10 persen tanpa mengurangi penerimaan negara.
Bukan itu saja. Hadi juga menyebut inkonsistensi undang-undang sebagai hambatan utama dalam pengelolaan keuangan yang efektif. Hal ini mengakibatkan peraturan tidak sesuai dengan persyaratan hukum atau pembatasan biaya yang tidak sesuai.
Ia mengatakan, tujuan utama reformasi perpajakan adalah menyelaraskan undang-undang yang ada agar koheren dan terintegrasi.
Selain itu, penting juga untuk mengembangkan dan memperkuat alat audit yang memungkinkan fiskus melakukan verifikasi terhadap laporan yang diberikan oleh wajib pajak, sehingga prinsip self-assessment dapat diterapkan secara efektif dan dapat diandalkan.
“Jika sistem ini digunakan maka keadilan perpajakan akan tercapai. Fiskus tidak bisa bertindak tanpa batas. Ini kunci terciptanya keadilan perpajakan. Kenaikan tarif bukanlah solusi dari permasalahan ini,” jelasnya.