Alasan Manusia Susah Bersyukur Menurut Psikiater Jiemi Ardian

VIVA – Menurut psikiater, dr. Jiemi Ardian, SpKJ mengemukakan, ada dua penyebab masyarakat sulit mengapresiasi. Kebanyakan orang sering merasa terganggu ketika orang disekitarnya terlihat lebih besar dan kuat. Ketika kita melihat orang lain sukses, kita merasa tidak mampu dan tidak mampu, dan kita terpaksa mengejar atau melampaui kesuksesan mereka. 

“Kita (manusia) punya sifat kompetitif, ini sulit untuk kita apresiasi. Mentalitas kita adalah selalu membandingkan sesuatu dengan sesuatu dan selalu ingin terus berkembang,” kata Jiemi dalam konten bertajuk “KENAPA SULIT BERSYUKUR” diunggah ke kanal YouTube miliknya pada Jumat (21/3/24).

Misalnya, ketika seorang teman membeli ponsel baru, reaksi kita mungkin berbeda. Ada perasaan bahwa kita harus bekerja sama agar tidak kalah dan tetap konsisten dalam cara hidup kita. Situasi ini menciptakan lingkaran setan persaingan. Alih-alih merayakan kebahagiaan teman, kita malah terjebak dalam keinginan untuk terus berkompetisi dan membandingkan diri sendiri. 

Jiemi juga menjelaskan bahwa membandingkan diri kita dengan orang lain bisa menjadi motivasi yang baik untuk berkembang, sehingga kita bisa termotivasi untuk bekerja keras. Namun jika perbandingan ini terus berlanjut, kita akan selalu merasa kekurangan dan tidak mampu mensyukuri apa yang kita miliki saat ini.

“Proses perbandingan evolusi itu baik agar hidup kita terus berkembang dan berkembang. Tidak ada salahnya. Tapi kalau kita membandingkan diri sendiri dan menginginkan lebih, akibatnya kita tidak bisa puas dengan apa yang kita terima selama ini. “Sepertinya akan terus menurun,” kata Jamie.

Selain sering membandingkan, penyebab lain orang sulit mengapresiasi adalah karena pembiasaan. Misalnya, ketika kita membeli ponsel mahal terbaru, pertama-tama kita merasa sangat senang dan bangga. Namun seiring berjalannya waktu, rasa bahagia itu mulai hilang karena adanya pembiasaan, yaitu proses dimana seseorang menjadi terbiasa dengan hal-hal baru yang kehilangan keindahan aslinya. 

Ketika ponsel pintar ini menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari, kegembiraan yang pernah kita rasakan akan menjadi hal yang lumrah. Hal ini sulit untuk kita apresiasi, karena fokusnya beralih dari apa yang kita miliki ke keinginan untuk memiliki hal-hal baru.

“Penyebab sulitnya memperkirakan yang kedua adalah karena pembiasaan. Pembiasaan akan dianggap biasa dan menjadi tidak relevan,” kata Jiemi.

Menurut Jiemi, menghormati bukanlah hal yang mudah dan harus dipelajari. Kita hendaknya meluangkan waktu setiap hari untuk memikirkan apa yang kita miliki saat ini agar kita bisa bersyukur.

“Bersyukur itu tidak mudah. ​​Kita harus menyesuaikan diri dan menyeimbangkan diri. Jadi pelan-pelan kita bisa belajar menghargai,” kata Jiemi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *