JAKARTA, Titik Kumpul – Berdasarkan data Renal Registry Indonesia, tren peningkatan kasus penyakit ginjal kronik pada tahun 2022 mencapai 63.489 pasien aktif hemodialisis (cuci darah), dan 158.929 pasien terdiagnosis gagal ginjal kronik.
Sedangkan menurut data PBJS Kesehatan, cuci darah tercatat sebagai prosedur dengan biaya terbesar keempat oleh PBJS. Gulir untuk detail lengkapnya dan ayo!
Diperlukan upaya khusus untuk meningkatkan ketersediaan peralatan medis, termasuk dialyzer untuk hemodialisis, serta penyediaan obat untuk mengobati penyakit ginjal. Apa itu?
Direktur Jenderal Obat dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Lucia Riska Andalusia menjelaskan, dialyzer merupakan filter untuk cuci darah (cuci darah) bagi pasien gagal ginjal kronik. Dialyzer (RenaCare) sekarang diproduksi di rumah.
“Dengan tersedianya di dalam negeri, diharapkan klinik dialisis ini akan lebih cepat, murah dan merata di seluruh Indonesia,” kata Galpeil dari Forsta Kembangkan Peralatan X-ray Mobile Lokal dan dialyzer pertama di Indonesia. Pusat Inovasi Bisnis, Jakarta, Selasa 10 September 2024.
Lucia berharap dengan dibuatnya dialyzer lokal ini, tidak perlu lagi mengirim pasien gagal ginjal tidak hanya ke luar negeri, tapi ke rumah sakit yang jauh.
“Karena ketahanan industri alat kesehatan bisa kita dukung dengan dialyzer produksi lokal yang didistribusikan ke seluruh Indonesia. Dan kita menjaga pemerataan dan keterjangkauan alat kesehatan di seluruh Indonesia,” tutupnya.
Direktur Jenderal BPJS Kesehatan, Profesor Ali Kufron Mukti menambahkan belanja BPJS untuk rumah sakit dan klinik akan mencapai Rp 45 triliun pada tahun 2023. Angka ini bahkan bukan biaya utama, melainkan biaya tambahan.
“Nah, gagal ginjal termasuk sepuluh besar pengeluaran BPJS. Saat ini, banyak penderita gagal ginjal kronis atau akut, bahkan anak muda, yang menderita gagal ginjal karena pola makan, darah tinggi, diabetes, dan banyak sebab lainnya. Yang jelas jumlah kasusnya semakin meningkat,” jelasnya.
Profesor Ali menambahkan, terdapat 1.052 perjanjian kerja sama dengan BPJS untuk menyediakan layanan cuci darah di rumah sakit dan klinik di seluruh Indonesia.
Oleh karena itu, alat ketahanan nasional buatan dalam negeri sebenarnya bisa membantu agar lebih efektif, sehingga BPJS membayar lebih sedikit, karena gagal ginjal termasuk dalam 10 besar biaya bencana penyakit tersebut, pungkas Profesor Ali Gufron.