JAKARTA – Naskah Standar Indonesia Braille merupakan varian dari Naskah Standar Indonesia yang ditulis dengan kode Braille yang diperuntukkan bagi penyandang tunanetra.
Kementerian Agama (Kemenag) mendukung pembelian Mushaf Al-Qur’an Braille di Indonesia melalui Mushaf Pentashihan Al-Qur’an (LPMQ).
H Abdul Aziz Sidki, Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, LPMQ, menjelaskan, pembuatan naskah Al-Quran Braille ini merupakan wujud perhatian pemerintah terhadap teman-teman tunanetra.
Siddiqui mengatakan Alquran versi Braille telah melalui berbagai tahap penyempurnaan. Pada tahun 2021, Alquran versi Braille lengkap kembali disempurnakan dengan panduan bacaan yang disusun pada tahun 2011. Edisi lengkap Al-Quran sebanyak 30 juz akan dicetak pada tahun 2022.
“Alhamdulillah tahun 2022 ini kami akan mencetak edisi penyempurnaan ini, lengkap 30 Juz, cetak untuk Al-Quran Braille dan tahun ini juga insya Allah akan kami cetak untuk Mushaf Braille,” kata Sidki Bait. Museum Al-Quran dan Bangunan Istiklal, TMII, Jakarta, Senin 13 November 2023.
Jus Braille 30 mushaf Alquran beratnya 15 sampai 20 kg, ujarnya. Setiap salinan Al-Quran Braille yang diterbitkan harus melalui proses penerjemahan LPMQ.
Sedangkan sasaran utama pendistribusian mushaf Al-Qur’an Braille adalah lembaga pendidikan, organisasi, yayasan, sekolah yang mendidik siswa tunanetra dan khususnya pertemuan taklim tunanetra.
Sidki menjelaskan, produksi mushaf Al-Qur’an Braille dimulai pada tahun 1974 seiring dengan pembahasan standar mushaf Al-Qur’an Indonesia. Proses persiapannya memakan waktu sembilan tahun dan disempurnakan pada tahun 1983 dan pada tahun 1984 Keputusan Menteri Agama No. 25 diperkuat dengan dekrit.
Produksi mushaf Al-Qur’an Braille dimulai pada tahun 1974, melalui negosiasi dengan mushaf Al-Qur’an standar Indonesia, yang meliputi tiga mushaf Al-Qur’an standar Indonesia: pertama, mushaf Al-Qur’an standar Usmani; kedua, Bahria; dan yang ketiga, mushaf Al-Qur’an standar.” Naskah Braille,” ujarnya.
Sidki mengatakan, sejak tahun 1984, Al-Quran versi Braille telah dicetak dan didistribusikan, serta dibaca oleh para tunanetra, khususnya di Indonesia. Pada tahun 2011, LPMQ menyusun buku panduan membaca dan menulis Al-Quran Braille. Kemudian pada tahun 2013, hasil penyempurnaan buku panduan tersebut dicetak dengan Al-Quran Braille lengkap beserta terjemahannya.
“Kami mencetak Al-Quran edisi Braille yang diperbaiki ini dan menambahkan terjemahannya sehingga teman-teman tunanetra tidak hanya bisa membaca teks Al-Quran tetapi juga mengetahui dan membaca terjemahan Al-Quran,” ujarnya.
Sidki mengatakan, dalam proses penyusunannya, Kementerian Agama berkolaborasi dengan berbagai elemen masyarakat, terutama organisasi yang aktif seperti yayasan di Surabaya, Yogyakarta, Semarang, Bandung, dan Jakarta. Ikatan Tuna Netra Muslim Indonesia (ITMI) juga telah terlibat sejak tahun 2011.
“Ciputat mempunyai yayasan khusus untuk menyelenggarakan Raudlatul Makfufin Al-Qur’an Braille. Yayasan Age Merit di Bandung. Kami akan menghubungkan seluruh pemangku kepentingan,” ujarnya.