JAKARTA – Salat Idul Fitri dan Idul Adha menjadi dua salat yang paling ditunggu umat Islam karena merupakan momen terpenting dan kesempatan untuk bersilaturahmi.
Dilansir NU Online pada Rabu, 10 April 2024 Idul Adha berkaitan dengan kurban, sedangkan Idul Fitri berkaitan dengan mudik dan silaturahmi. Kedua hari raya ini menjadi kesempatan untuk berbagi dengan sesama, khususnya mereka yang kurang mampu.
Akibatnya, seseorang harus membayar zakat fitrah sebelum Idul Fitri, sedangkan penyembelihan hewan kurban dianjurkan pada Idul Adha. Disarankan juga untuk menggunakan jalur yang berbeda saat berangkat dan pulang dari salat Idul Fitri.
Sebagaimana yang tertuang dalam Ghuniyatul Talibin karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani:
“Umat beriman diimbau berangkat dan pulang salat Idul Fitri melalui jalan yang berbeda karena Ibnu Umar menyatakan bahwa Nabi SAW pergi dan pulang salat Idul Fitri melalui jalan yang berbeda.”
Anjuran berangkat dan pulang salat Idul Fitri dengan menggunakan jalan yang berbeda berangkat dari pemahaman akan tindakan Nabi. Menurut Syekh Abdul Qadir, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai alasan Nabi melakukan hal tersebut dengan cara yang berbeda.
Ada yang mengatakan bahwa Rasulullah ingin mempercepat perjalanan pulangnya karena ia bisa menempuh perjalanan yang jauh ke masjid karena pahalanya lebih besar dan ia akan pulang melalui jalur yang lebih dekat agar lebih cepat sampai.
Mereka juga mengatakan bahwa melihat wajah Rasulullah merupakan suatu kebahagiaan dan rahmat yang luar biasa. Oleh karena itu, ia menempuh banyak cara agar setiap orang dapat menerima rahmat.
Menurut pendapat lain, Nabi senang melewati setiap negeri di dunia ini. Agar tidak iri satu sama lain, ia mengambil jalan lain.
Ada juga yang mengatakan bahwa Rasulullah bisa berbuat baik kepada masyarakat jika melewati banyak jalan. Jika dia pergi ke satu arah, limusinnya akan tidak rata, jadi dia pergi ke arah lain agar limusinnya terasa enak.
Selain itu, ada tafsir lain mengenai anjuran pergi dan pulang melalui jalur berbeda tersebut. Tentu saja penafsiran tersebut tidak ada yang dapat diterima kebenarannya karena Nabi sendiri tidak menjelaskan alasan beliau pergi dan pulang salat Ied dari jalan yang berbeda.
Meski demikian, para ulama tetap menganjurkan melakukan apa yang dilakukan Rasul karena tidak semua yang dilakukan Rasul dapat dirasionalisasikan.