Titik Kumpul – Pernahkah Anda mendengar istilah “body shaming”? Body shaming, atau perilaku yang menghina penampilan fisik, sudah menjadi permasalahan besar, terutama di era media sosial. Disengaja atau tidak, komentar negatif soal bentuk atau ukuran tubuh seringkali dilontarkan dengan mudah, seolah-olah hal tersebut merupakan hal yang wajar. Permasalahan ini semakin terasa di Indonesia, dimana budaya “bercanda” tentang tubuh dianggap hal yang lumrah. Namun dampaknya bisa sangat merugikan.
Bayangkan, ketika kita terus-menerus dibandingkan dengan standar kecantikan yang tidak realistis, tekanan untuk tampil sempurna bisa sangat besar. Setiap komentar yang dianggap lucu bisa berubah menjadi luka yang menyakitkan. Bukan hanya masalah fisik, tapi juga masalah mental. Stres akibat body shaming dapat menyebabkan rendahnya harga diri, kecemasan, dan bahkan depresi.
Tapi, ada kabar baik. Dengan memahami apa itu body shaming dan dampaknya, kita bisa mulai melindungi diri sendiri dan orang lain. Mari kita bicara lebih banyak tentang cara menghadapinya. Apa itu rasa malu pada tubuh?
Body shaming adalah perilaku mengkritik atau mempermalukan seseorang karena penampilan fisiknya. Bisa berupa komentar langsung seperti, “Kok kamu capek sekali sekarang?” Atau bahkan isyarat halus seperti, “Pakailah pakaian berwarna hitam yang membuatmu terlihat lebih kurus, oke?”
Body shaming terjadi dimana-mana, baik di kehidupan nyata maupun di dunia maya. Di media sosial, orang dengan mudahnya berkomentar tanpa memikirkan dampaknya terhadap penampilan seseorang. Fenomena ini sering kita jumpai di Indonesia, apalagi ketika para selebritis atau public figure mendapat komentar pedas dari netizen.
Contoh paling umum adalah ketika seseorang memposting foto di media sosial, dan tiba-tiba muncul komentar yang menyebutkan berat badan, warna kulit, atau bentuk tubuh. Tak hanya terjadi pada perempuan saja, laki-laki pun kerap menjadi korban body shaming. Body shaming dapat mencakup berbagai jenis kritik terkait penampilan fisik, antara lain:
1. Mengkritik berat badan seseorang. Ini adalah bentuk rasa malu pada tubuh yang paling umum. Orang yang menganggap dirinya terlalu gemuk atau terlalu kurus seringkali menjadi sasaran komentar negatif. Misalnya, “Kok kamu belum pernah diet?” atau “Makan lebih banyak untuk menjadi gemuk!” Kedua komentar tersebut, meskipun terdengar biasa saja, sebenarnya mengarah pada body shaming karena memaksakan standar fisik tertentu pada orang lain.
2. Komentar tentang bentuk tubuh Kritik yang lebih spesifik terkait bentuk tubuh, seperti perut, pinggul, paha atau bahkan wajah, juga termasuk body shaming. Misalnya, “Pahamu besar sekali!” atau “Kenapa wajahmu sekarang bulat?” Ini adalah contoh komentar yang mungkin terkesan “sederhana” namun nyatanya dapat menyakiti hati penerimanya.
3. Mengolok-olok atau meremehkan warna kulit Di Indonesia, body shaming juga dikaitkan dengan warna kulit. Misalnya, seseorang yang berkulit gelap mungkin mendengar komentar seperti, “Kamu makin gelap. Pakai pemutih saja!” Hal ini mencerminkan standar kecantikan yang menganggap kulit cerah adalah ideal, meskipun setiap warna kulit itu indah dan unik.
4. Kritik Tinggi Badan: Mereka yang dianggap terlalu pendek atau terlalu tinggi seringkali menjadi sasaran body shaming. Komentar seperti “Kamu pendek banget ya?” atau “Tinggi badanmu tidak sebanding dengan badanmu!” Hal ini juga melibatkan body shaming, karena mengkritik sesuatu yang tidak dapat diubah oleh individu.
5. Perbedaan atau Kecacatan Fisik Body shaming tidak terbatas pada penampilan fisik secara umum. Orang dengan perbedaan fisik atau disabilitas sering kali menjadi sasaran body shaming. Misalnya, seseorang yang menggunakan kursi roda atau mempunyai bekas luka mungkin diejek atau ditolak karena perbedaannya. Hal ini tidak hanya menambah beban fisik, tetapi juga tekanan psikologis yang besar.
Rasa malu secara fisik bisa bersifat verbal atau non-verbal. Secara verbal, pelaku kekerasan mungkin melontarkan kritik atau lelucon langsung tentang tubuh seseorang. Tindakan body shaming secara nonverbal bisa melalui gerak tubuh atau ekspresi yang mempermalukan, seperti memandang seseorang dari atas ke bawah, dengan cara yang tidak sopan, atau menunjukkan rasa tidak nyaman saat melihat tubuh yang dianggap “tidak setara”.
Dampak body shamo terhadap kesehatan mental
Body shaming tidak hanya berdampak pada penampilan fisik seseorang, namun juga berdampak buruk pada kesehatan mental. Berikut beberapa dampak yang ditimbulkan oleh body shaming:
1. Gangguan Harga Diri Salah satu dampak utama dari body shaming adalah menurunnya harga diri. Korban body shaming seringkali merasa dirinya kurang baik atau kurang karena tubuhnya tidak memenuhi standar kecantikan yang ditetapkan masyarakat. Di Indonesia, standar kecantikan yang sangat sempit, seperti kulit putih dan tubuh kurus, membuat banyak orang merasa minder jika tidak memenuhi ekspektasi tersebut. Komentar yang berulang-ulang mengenai penampilan fisik bisa membuat seseorang mulai meragukan harga dirinya.
2. Kecemasan dan Depresi Rasa malu pada tubuh seringkali berujung pada gangguan kecemasan dan depresi. Orang yang terus-menerus mengkritik atau meremehkan tubuhnya mungkin merasa malu, tidak nyaman, dan takut dalam interaksi sosial. Mereka mungkin mulai menarik diri dari masyarakat atau bahkan merasa tidak layak mendapatkan kebahagiaan. Di Indonesia yang budaya media sosialnya sangat kuat, tekanan ini kerap dirasakan oleh anak muda yang merasa harus tampil “sempurna” di depan umum.
3. Gangguan Dismorfik Tubuh (BDD). Body malu dapat memicu atau memperburuk BDD, di mana penderitanya merasa ada yang tidak beres dengan tubuhnya dan terus-menerus berusaha memperbaikinya, bahkan melalui operasi kosmetik atau diet ekstrem.
4. Tekanan sosial dan isolasi Selain gangguan jiwa, rasa malu secara fisik juga membuat penderitanya merasa terisolasi dari lingkungannya. Ketika seseorang terus-menerus mendengar komentar negatif tentang tubuhnya, mereka mungkin merasa malu atau enggan untuk tampil di depan umum. Hal ini menyebabkan mereka menarik diri dari pergaulan sosial dan lebih memilih menyendiri, sehingga dapat memperburuk masalah kesehatan mentalnya. Body shaming di Indonesia: Mengapa menjadi masalah serius?
Di Indonesia, body shaming seringkali dianggap sebagai “lelucon” yang tidak berbahaya. Komentar seperti, “Kenapa kamu capek sekali?” atau “Hei, kulitmu semakin gelap!” Sering terdengar dalam percakapan sehari-hari. Meski niatnya mungkin hanya bercanda, namun dampaknya bisa sangat menyakitkan, apalagi jika dilakukan berulang kali.
Budaya Indonesia sering mengomentari penampilan orang lain sehingga menjadikan body shaming sebagai hal yang wajar. Bahkan di acara keluarga atau kumpul bersama teman, komentar seperti itu dianggap wajar. Sayangnya, banyak orang yang tidak menyadari bahwa komentar tersebut bisa berdampak buruk pada kesehatan mental seseorang.
Selain itu, media dan iklan di Indonesia kerap menampilkan standar kecantikan yang tidak realistis. Tubuh yang dianggap “ideal” adalah kurus, kulit putih, dan ciri wajah simetris. Standar-standar tersebut membuat banyak orang merasa tidak cukup baik jika tidak sesuai dengan image tersebut, sehingga berujung pada body shaming, baik pada diri sendiri maupun orang lain.
Mengatasi rasa malu pada tubuh memang tidak mudah, namun ada beberapa langkah yang bisa Anda lakukan untuk melindungi diri:
1. Mengembangkan penerimaan diri Langkah pertama dalam mengatasi rasa malu pada tubuh adalah belajar mencintai diri sendiri. Terimalah bahwa setiap orang memiliki bentuk tubuh yang berbeda-beda, dan tidak ada yang salah dengan hal itu. Berfokuslah pada hal-hal positif tentang diri Anda dan jangan biarkan standar kecantikan yang sempit menghalangi Anda untuk bahagia terhadap diri sendiri.
2. Menangani feedback negatif Ketika Anda menerima komentar yang mempermalukan tubuh, cobalah untuk tetap tenang. Anda dapat memilih untuk tidak menjawab atau memberikan respon yang menunjukkan bahwa Anda tidak terpengaruh. Misalnya, Anda bisa berkata, “Aku nyaman dengan diriku sendiri.” Jika komentar tersebut datang dari seseorang yang dekat dengan Anda, jangan ragu untuk jujur mengenai betapa menyakitkan dan tidak pantasnya komentar tersebut.
3. Membangun komunitas yang suportif Mengelilingi diri Anda dengan orang-orang yang suportif sangat penting dalam mengatasi rasa malu terhadap tubuh. Temukan teman atau komunitas yang memahami dan mendukung Anda, apa pun penampilan Anda
Rasa malu pada tubuh merupakan masalah serius yang dapat membahayakan kesehatan mental dan harga diri seseorang. Di Indonesia, komentar mengenai penampilan fisik seringkali dianggap biasa saja, padahal implikasinya bisa sangat berbahaya. Dari rendahnya harga diri hingga depresi, rasa malu terhadap tubuh memengaruhi kualitas hidup banyak orang.
Namun, kita semua mempunyai peran penting dalam menghentikan siklus ini. Mulailah dari diri sendiri dengan menerima dan menghargai perbedaan bentuk tubuh setiap orang. Jika kita lebih sadar akan dampak perkataan kita, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih positif dan mendukung. Ingatlah bahwa setiap tubuh adalah unik dan berharga. Mari hentikan tindakan mempermalukan tubuh dan promosikan budaya cinta diri dan penerimaan di masyarakat!