Titik Kumpul – Generasi Z telah memasuki dunia kerja. Namun data terkini menunjukkan hampir 60% perusahaan di Indonesia memutuskan memecat karyawan baru Gen Z. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa perusahaan-perusahaan ini merasa terpaksa mengambil keputusan sulit?
Banyak perusahaan yang mengeluhkan kinerja karyawan Generasi Z yang dianggap tidak sesuai harapan. Ketidakpuasan ini berujung pada pengangguran, yang berujung pada konflik antar pemberi kerja. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar di benak kita: “Apakah Generasi Z benar-benar belum siap memasuki dunia kerja, atau ada hal lain yang sedang terjadi?”
Di tengah banyaknya angkatan kerja, banyak lulusan baru yang frustasi dan putus asa. Mereka berinvestasi di bidang pendidikan, namun menghadapi kenyataan pahit saat memasuki dunia kerja.
Bagaimana mungkin generasi yang dianggap paling cerdas dan paling cerdas ternyata paling berbahaya di tempat kerja? Apa jadinya masa depan pekerjaan mereka jika situasi ini tidak berubah. Mengapa perusahaan memutuskan memecat karyawan Generasi Z?
Salah satu alasan utama karyawan Gen Z dipecat adalah kesenjangan antara harapan mereka dan kenyataan yang mereka hadapi di tempat kerja. Banyak lulusan baru yang memiliki ekspektasi tinggi terhadap apa yang akan mereka capai, namun ketika memasuki dunia kerja, seringkali mereka menghadapi hal sebaliknya.
Mereka mungkin mendapati bahwa pekerjaan tidak selalu sesuai dengan impian mereka, dan hal ini dapat menimbulkan rasa frustrasi yang berujung pada 10 Bisnis Buruk.
Menurut riset Intelligent, ada banyak alasan mengapa perusahaan memutuskan memecat karyawan Generasi Z. Berikut adalah sepuluh alasan utama: 1. Kurangnya motivasi atau inisiatif
Alasan paling umum adalah kurangnya motivasi atau inisiatif karyawan Generasi Z. Banyak perusahaan mengharapkan semangat dan keinginan untuk belajar dari karyawan baru. Namun data menunjukkan sekitar 50% manajer merasa karyawan Generasi Z tidak puas dengan pekerjaannya. Mereka lebih memilih menunggu bimbingan daripada mulai menyelesaikan tugas atau berkontribusi pada proyek besar.2. Tidak ada kebijaksanaan
Profesionalisme dalam dunia kerja sangatlah penting. 46% perusahaan melaporkan kurangnya profesionalisme di kalangan karyawan Gen Z. Hal ini berlaku, antara lain, pada cara mereka berpakaian, cara mereka berbicara, dan cara mereka berperilaku di tempat kerja. Ketidakmampuan memahami dan menerima etika kerja akan menimbulkan perasaan negatif dan berujung pada keputusan untuk keluar.3. Keterampilan kerja yang buruk
Organisasi yang buruk juga merupakan masalah. Karyawan Generasi Z sering kali kesulitan mengatur pekerjaan dan waktu mereka secara efektif. Sebanyak 42% manajer menyatakan bahwa para pekerja muda ini tidak dapat mengelola pekerjaannya secara efektif, sehingga dapat menyebabkan penundaan dan ketidakpuasan kerja.4. Keterampilan komunikasi yang buruk
Komunikasi yang buruk, baik lisan maupun tertulis, adalah alasan lain pembatalan. Sekitar 39% perusahaan melaporkan bahwa karyawan Generasi Z memiliki masalah dalam mengkomunikasikan ide dan berkolaborasi dengan rekan kerja. Di era komunikasi digital saat ini, keterampilan ini penting untuk menjaga hubungan baik di tempat kerja.5. Sulit mendapatkan jawaban
Sebanyak 38% manajer melaporkan bahwa karyawan Generasi Z sering kesulitan mendapatkan masukan dari manajernya. Perilaku defensif terhadap kritik yang membangun dapat menghambat tumbuh kembangnya. Tanpa kemampuan belajar dari kesalahan, karyawan tidak dapat beradaptasi dan meningkatkan kinerjanya. Tidak ada pekerjaan yang layak
Kurangnya pengalaman kerja juga menjadi masalah. Banyak lulusan baru yang tidak memiliki pengalaman kerja serupa sebelum memasuki dunia kerja. Hal ini membuat mereka tidak siap menghadapi tantangan nyata di tempat kerja, dengan 38% manajer menyebutkan kurangnya pengalaman sebagai alasan pemecatan.7. Pemecahan masalah yang buruk
Resolusi yang buruk adalah masalah lain yang dihadapi. Sebanyak 34% perusahaan melaporkan bahwa karyawan Generasi Z tidak mampu menyelesaikan permasalahan atau permasalahan secara efektif. Kemampuan berpikir dan mencari solusi sangat penting dalam dunia kerja 8. Keterampilan saja tidak cukup
Meskipun Generasi Z dikenal sebagai generasi yang paham teknologi, keterampilan yang diperlukan masih kurang di banyak bidang. Sekitar 31% manajer melaporkan bahwa keterampilan para pekerja muda ini tidak cukup untuk memenuhi tuntutan pekerjaan mereka.9. Aturan yang bertentangan
Konflik budaya juga menjadi alasan utama pemecatan. Banyak karyawan Gen Z yang merasa tidak cocok dengan budaya perusahaan yang ada sehingga sulit untuk berubah. Sebanyak 31% manajer melaporkan bahwa konflik kepemimpinan menjadi salah satu faktor keputusan memecat seorang karyawan.10. Kesulitan bekerja dalam kelompok
Terakhir, permasalahannya adalah sulitnya kerjasama tim. Hingga 30% perusahaan melaporkan bahwa karyawan Generasi Z tidak dapat berkolaborasi dengan rekan kerja. Di tempat kerja yang sering kali membutuhkan kolaborasi, kemampuan berkolaborasi sangat penting untuk keberhasilan proyek dan pencapaian tujuan bersama.
Berikut penjelasan lengkap 10 alasan utama perusahaan memilih memecat karyawan Gen Z, serta tips mencari pekerjaan bagi lulusan baru. Artikel ini juga memuat artikel tentang topik tambahan untuk berburu lulusan baru.
Menghadapi tantangan-tantangan di atas, penting bagi lulusan baru untuk mempersiapkan diri dengan baik sebelum memasuki dunia kerja. Berikut beberapa tip untuk membantu lulusan baru mendapatkan pekerjaan dan bertahan dalam lingkungan profesional: 1. Bermotivasi dan proaktif
Tunjukkan keinginan untuk belajar dan berpartisipasi dalam kehidupan profesional. Mulailah mengerjakannya setiap hari, meskipun itu hanya tugas kecil, dan tunjukkan bahwa Anda bersedia bekerja lebih keras. Tindakan ini membuat Anda tampak berharga bagi perusahaan. Pelajari tentang etika dan etika tempat kerja
Profesionalisme sangatlah penting, baik dalam berbusana, bertutur kata maupun bertingkah laku di lingkungan kerja. Pelajari standar perusahaan dan beradaptasi dengan cepat. Memahami dan mengikuti praktik yang baik akan meningkatkan citra Anda di mata atasan Anda 3. Meningkatkan komunikasi
Kita memerlukan kemampuan komunikasi yang baik baik secara lisan maupun tulisan. Jika Anda tidak yakin, cobalah berlatih berbicara di depan umum atau mengikuti kursus komunikasi untuk meningkatkan keterampilan Anda. Komunikasi yang baik membantu Anda membangun hubungan kerja yang baik 4. Dapatkan umpan balik secara terbuka
Kritik dari atasan bisa menjadi alat penting untuk perbaikan diri. Bersikaplah terbuka terhadap masukan dan gunakan itu sebagai cara untuk belajar dan berkembang. Menerima kritik menunjukkan bahwa Anda siap untuk berkembang dan berkembang 5. Ingin belajar lebih banyak tentang pekerjaan
Jika Anda tidak memiliki cukup pengalaman, pertimbangkan untuk magang atau pekerjaan paruh waktu. Ini akan membantu Anda membangun catatan pengalaman untuk pekerjaan yang Anda lamar. Kinerja yang baik membuat Anda puas dengan perusahaan. Asah keterampilan pemecahan masalah dan kerja tim
Perusahaan menghargai penyelesaian masalah dan bekerja sama sebagai sebuah tim. Berpartisipasi dalam kelompok kerja, kegiatan sukarela, atau organisasi sekolah dapat membantu mengembangkan keterampilan ini. Keterampilan ini sangat penting ketika menghadapi masalah di tempat kerja.7. Pelajari keterampilan yang dibutuhkan
Meskipun Gen Z dikenal sebagai generasi yang paham teknologi, penting untuk memastikan bahwa keterampilan mereka memenuhi kebutuhan pekerjaan. Terus perbarui pengetahuan Anda tentang teknologi baru yang memengaruhi pekerjaan Anda.8. Sesuai dengan budaya perusahaan
Setiap perusahaan mempunyai budaya yang unik. Sebelum menerima pekerjaan tersebut, pastikan Anda memahami budaya perusahaan dan siap untuk berubah. Memahami dan menghargai budaya perusahaan dapat meningkatkan minat Anda terhadap pekerjaan dan kontribusi Anda terhadap tantangan kehidupan kerja.
Huy Nguyen, pakar pendidikan tinggi dan pengembangan karier, berbagi pemikirannya tentang tantangan yang dihadapi lulusan baru. Menurutnya, banyak dari mereka yang belum siap menghadapi kehidupan kerja yang seringkali kurang terstruktur dan membutuhkan kebebasan lebih dibandingkan dengan apa yang mereka alami selama masa studi.
“Banyak lulusan baru yang kesulitan memasuki dunia kerja, karena ada perbedaan besar antara apa yang mereka alami selama kuliah dan bekerja di dunia kerja. “Mereka sebagian besar belum siap menghadapi prospek kerja mandiri dan budaya kerja yang lebih baik, kata Nguyen seperti dilansir Euronews pada Rabu 23 Oktober 2024.
Para perekrut juga melaporkan sejumlah keluhan, antara lain para pekerja Gen Z kesulitan mengatur pekerjaan, sering datang terlambat ke kantor dan tidak mengenakan seragam atau mengucapkan selamat tinggal di tempat kerja.
Laporan terpisah yang dirilis pada bulan April menemukan bahwa pekerja Gen Z lebih mengandalkan dukungan orang tua mereka selama mencari pekerjaan. Berdasarkan survei ResumeTemplates, sekitar 70 persen dari mereka mengaku meminta bantuan orang tua saat mencari pekerjaan.
Hal mengejutkan lainnya adalah 25 persen responden mengaku membawa orangtuanya saat wawancara kerja. Bahkan ada yang meminta orangtuanya mengirimkan lamaran atau membalas surat mereka.
Holly Schroth, dosen senior di Haas School of Business di University of California, Berkeley, menjelaskan bahwa fokus Gen Z pada aktivitas lebih menantang daripada tugas sekolah. Hal ini mengarah pada “ekspektasi yang tidak realistis” tentang tempat kerja dan cara menghadapi atasan mereka.