Bagaimana Kaitan Vaksin AstraZeneca yang Sebabkan TTS Pada Penerimanya?

VIVA Lifestyle – Dalam dokumen pengadilan, perusahaan farmasi ternama AstraZeneca mengakui vaksin COVID-19 buatannya dapat menimbulkan efek samping yang sangat jarang terjadi. Efek samping tersebut adalah Thrombosis Thrombocytopenia Syndrome (TTS).

TTS adalah sindrom yang sangat langka. TTS ini terjadi ketika seseorang mengalami pembekuan darah (trombosis) dan jumlah trombosit yang rendah (trombositopenia). Gulir lebih banyak, bukan?

Penyakit ini juga disebut sebagai trombositopenia trombotik imun yang diinduksi vaksin (VITT). Trombosis adalah pembentukan bekuan darah, yang dapat mengurangi aliran darah normal di pembuluh darah yang terkena.

Trombositopenia adalah suatu kondisi dimana tidak terdapat cukup trombosit dalam darah. Trombosit umumnya membantu darah untuk membeku (pembekuan), sehingga menghentikan pendarahan yang berlebihan (misalnya jika Anda melukai diri sendiri).

Menurut healthdirect.gov.au, ada beberapa gejala trombosis dengan sindrom trombositopenia yang harus diwaspadai oleh penerima vaksin AstraZeneca.

1. Gejala TTS yang menyerang otak adalah: – sakit kepala parah dan terus-menerus – penglihatan kabur – kesulitan berbicara – mengantuk – kejang atau kebingungan

2. Gejala TTS yang menyerang seluruh tubuh adalah: – kesulitan bernapas – nyeri dada – pembengkakan pada kaki – nyeri perut terus-menerus – Bercak darah kecil di bawah kulit, jauh dari bekas suntikan

Terungkap gejala di atas akan muncul antara 4 hingga 42 hari setelah vaksinasi vaksin COVID-19 AstraZeneca.

Sementara itu, bagaimana hubungan TTS dengan pembekuan darah terkait vaksin AstraZeneca? TTS adalah efek samping yang sangat jarang terlihat pada beberapa orang setelah menerima vaksin AstraZeneca COVID-19. Risiko TTS tampaknya sedikit lebih tinggi pada orang yang berusia kurang dari 60 tahun.

Sekadar info, kasus efek samping langka yang disebabkan oleh vaksin COVID-19 AstraZeneca ini bermula ketika raksasa farmasi itu digugat atas tuduhan bahwa vaksinnya, yang dikembangkan bekerja sama dengan Universitas Oxford, menewaskan puluhan orang dan dapat menyebabkan cedera serius.

Kasus ini pertama kali dilontarkan oleh Jamie Scott, ayah dua anak yang mengalami kerusakan otak permanen setelah mengalami pembekuan darah dan pendarahan otak usai menerima vaksin AstraZeneca pada April 2021. Akibat kejadian tersebut, Jamie tidak bisa bekerja.

Selain itu, pihak rumah sakit yang merawat Jamie juga menghubungi istrinya sebanyak tiga kali dan mengabarkan bahwa suaminya sedang sekarat.

AstraZeneca membantah tuduhan tersebut. Namun mereka mengakui dalam dokumen hukum pada bulan Februari bahwa ada kemungkinan yang sangat langka bahwa vaksinnya dapat menyebabkan TTS (sindrom trombositopenia trombotik).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *